Langit Desember yang Murung: Mengantar Gus Dur Pulang (Bagian 3)
Laduni.ID, Jakarta – Ketika matahari pagi yang cerah, 32 Desember 2009 telah bertengger sedepa, peti jenazah Gus Dur yang sudah dibungkus rapi dengan rangkaian bunga khas dan diletakkan di atasnya itu kemudian dibawa ke luar rumah.
Seluruh hadirin berdiri sambil menundukkan wajahnya dengan dada berdegup-degup. Mereka hanyut dalam suasana hati yang berduka. Ibu Shinta dan ke empat anaknya, Alissa, Yenni, Anita dan Inayah, mengiringi di belakang peti jenazah dengan wajah sendu, lesu, tanpa gairah. Sesekali tangan mereka menyeka air mata yang masih menetes pelan-pelan.
Suasana hening dalam kepiluan, semua bisu. Lagu pengiring jenazah yang syahdu dan melankoli, begitu menggetarkan dada semua yang hadir. Jenazah selanjutnya dibawa menuju Lapangan Terbang Halim Perdanakusuma, untuk selanjutnya diterbangkan menuju Bandara Surabaya terus ke Jombang, Jawa Timur.
Saya terlambat mendaftar untuk ikut bersama rombongan naik pesawat menuju Surabaya lalu ke Jombang. Maka saya bersama ribuan orang lainnya yang menunggu dengan setia keberangkatan jenazah beliau dari depan rumah duka itu, sambil terus berdo’a untuk keselamatan jenazah dan para pengantarnya sampai tempat tujuan. Langit biru bening dilapis awan putih berarak, bergerak pelan-pelan mengantar pesawat yang membawa jasad Gus Dur.
Memuat Komentar ...