Bersatunya Romli dan Romlah dalam Muktamar NU

 
Bersatunya Romli dan Romlah dalam Muktamar NU
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Membaca NU sebagai jam'iyah seperti membaca Koran Harian, ada saja berita yang menarik, dari hal-hal yang normatif hingga yang paling kontroversial. Jadi sulit bagi saya yang awam ini membedah khususiatnya NU, karena memang nyatanya NU itu istimewa, terbesar dan tetap kokoh.

Nahkodanya pun mesti kiai yang faqih, mutafannin, allamah dan bahrul fahhamah secara keilmuan dan akademik, juga mesti kiai yang sufi, ahli tarekat, wara' dan zuhud, ini tipikal Rois Am. Sedangkan tipikal Ketum PBNU, ia yang alim, ideolog, muharrik, dan pemikir yang universalis. Karakter berani, tegas dan Istiqomah dalam membumikan Islam rahmatan lil alamin (Islam ala madzhabi ahli sunnah wal jama'ah).

Ibarat negara, jika ada pondasi negara, maka pondasi besar itu adalah NU. 100 juta lebih warga NU di Indonesia ditambah yang berdomisili di seluruh dunia. Menurut KH. Musthofa Bisri, NU itu adalah orang Indonesia yang beragama Islam. Relasi NU dan negara adalah kesetiaan abadi ilaa yaumil qiyamat.

Muktamar, nama lain dari musyawarah nasional atau kongres. Umumnya kalau partai politik mengistilahkan dengan kongres, ketika kebutuhan akan suksesi kepemimpinan bersifat mendesak karena waktu periodesasi hampir selesai (purna bakti). Sejak 1926, NU menggunakan istilah Muktamar sebagai momentum penguatan program, membahas isu-isu nasional, dan keumatan, sekaligus penentuan kepemimpinan yang melalui proses pilihan suara terbanyak. Muktamar NU ke-34 inipun tidak jauh dari kebiasaan di atas.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN