Menjepit Wahabisme, Mencukur Radikalisme
Laduni.ID, Jakarta – Cukup mengerikan jika negara demokrasi harus dibatasi oleh Hak Asasi Manusia, ketika negara tidak mampu memberangus potensi menghancurkan sendi-sendi negara dan berbangsa hanya karena alasan melanggar hak asasi manusia.
Negara di posisi kuat (strength) maka kontrol rakyat akan lemah, sebaliknya rakyat di posisi kuat, negara akan dikendalikan oleh sentimen sosial, dan oleh opini umum, dengan kata lain negara dalam bayang-bayang ketakutan terjadi revolusi.
Apa dan siapa yang dipahami sebagai potensi penghancuran atas pondasi berbangsa dan bernegara itu? Mereka yang menggunakan agama sebagai alat juang untuk mengendalikan negara, sebab tujuan akhir adalah menguasai negara dengan cara dan perspektif formalisme agama.
Sekali lagi simbol agama jadi alat jihad untuk memenangkan peperangan global. Namun bukan untuk peradaban agama itu sendiri, melainkan sekedar alat nafsu kekuasaan segelintir begundal-begundal penggerak Wahabisme. Sementara isu khilafah Islamiyyah di seberang sana adalah sisi lain dari karakteristik kepemimpinan dinasti (Khalifah berdasarkan nasab), tapi alat utamanya adalah Wahabisme.
- Baca juga: Fatwa Rancu Wahabi (Salafi-Takfiri)
Aneh, jika negeri Turki selalu dielu-elukan untuk tampil menjadi negeri kekhalifahan lagi, sementara bangsa Turki itu muslim yang mayoritas madzhab Hanafiyah, ini artinya jelas umat Islam Turki adalah Sunni. Lalu kenapa HT (Hizbut Tahrir) bersikeras untuk wujudkan negara khilafah, sedangkan sejatinya khilafah saat Khulafaur Rasyidin itu produk demokrasi karena didasari Musyawarah mufakat.
Memuat Komentar ...