Immanuel Kant: Ketiadaan Uzlah dan Dinamika Intelektual
Laduni.ID, Jakarta – Sebuah karya monumental dalam bidang apa pun selalu membutuhkan waktu yang tidak singkat dalam pencarian ide maupun dalam penulisannya. Saya sering menyebut beberapa nama, baik di dunia Timur maupun Barat. Di Timur, Al-Ghazali dengan uzlahnya selama 10 tahun untuk menelurkan “Ihya Ulumuddin” dan Mulla Shadra dengan uzlahnya selama 15 tahun untuk menelurkan “Asfar”, boleh jadi merupakan contoh konkritnya.
Di Barat, saya sering menyebut dua nama: Immanuel Kant dan Martin Heidegger, yang pertama membutuhkan 10 tahun untuk mempublikasikan “Critique of Pure Reason”, dan yang kedua membutuhkan paling tidak 8 tahun untuk melepaskan “Being and Time” yang belum kelar ke publik.
Tetapi, dua diferensitas region yang diwakili oleh empat tokoh di atas, dalam temuan saya, ternyata memengaruhi bagaimana cara mereka dalam menelurkan ide orisinal. Di Timur, kedua tokoh di atas kental sekali dengan aroma meditasi yang gambarannya ialah pengunduran diri dari dunia luar, menyepi di tempat yang sunyi, dan bergaul hanya dengan Allah melalui ibadah (tabattul).
Di Barat, kedua tokoh di atas tidak menempuh apa yang oleh sementara orang disebut dengan “uzlah”, yakni pengunduran diri secara lahir dari kontak dunia luar. Baik Kant maupun Heidegger, mereka berdua masih mengajar dan beraktivitas seperti biasanya. Hanya saja, secara intelektual, mereka bergelut dengan satu masalah dan menahan diri untuk tidak mempublikasikan temuan mereka sampai benar-benar matang.
Memuat Komentar ...