Kisah Saudagar Kaya dan Wakilnya yang Menimbun Barang
Laduni.ID, Jakarta – Menimbun barang dagangan khususnya bahan kebutuhan pokok keseharian dengan maksud agar mendapat laba besar, sementara komoditas tersebut sangat dibutuhkan masyarakat hingga mengakibatkan kelangkaan barang dan harganya meroket tinggi, termasuk tindakan buruk dan tercela (zalim). Dalam istilah muamalah disebut ihtikaar.
Namun bagi para pedagang yang komitmen keagamaannya kuat akan berusaha menghindari perilaku ini, di antaranya seperti kisah pedagang yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin jilid II halaman 83.
Bersumber dari beberapa orang dahulu (salaf) diceritakan, di sebuah daerah bernama Washith ada seorang saudagar yang dalam menjalankan bisnisnya senantiasa berpedoman pada ketentuan agama. Waktu itu saudagar ini tengah menyiapkan barang dagangannya berupa gandum dalam sebuah kapal. Gandum satu kapal itu akan dikirimkan ke Kota Bashrah. Ia lalu mengirim surat kepada wakilnya yang diserahi tugas pengiriman ini.
- Baca juga: Hukum Menimbun Barang
“Juallah bahan makanan ini pada hari di mana barang tersebut sampai di tujuan. Dan jangan ditunda hingga hari besok-besoknya,” demikian isi surat itu.
Tapi bersamaan waktu tibanya kapal pengangkut gandum tersebut, kebetulan harga gandum di Bashrah sedang turun. Beberapa pedagang lalu menyarankan pada si wakil dari saudagar ini supaya barang dagangan ditahan dahulu sampai beberapa hari ke depan supaya mendapat untung besar.
Memuat Komentar ...