Kisah Saudagar Kaya yang Memilih Keberkahan Dibanding Sekadar Keuntungan
Laduni.ID, Jakarta - Di dunia perdagangan, ada dua hal yang sering menjadi dilema bagi para pelaku usaha; mengejar keuntungan sebesar-besarnya atau menjaga keberkahan dalam setiap transaksi. Salah satu tindakan yang sering dilakukan untuk meraih keuntungan besar adalah menimbun barang dagangan, terutama bahan kebutuhan pokok, dengan harapan harga naik sehingga keuntungan bisa berlipat ganda. Namun, praktik seperti ini dalam Islam dikenal dengan istilah ihtikar, yakni tindakan menimbun barang dengan tujuan menaikkan harga demi keuntungan pribadi.
Perbuatan ihtikar bukan hanya melanggar norma bisnis yang sehat, tetapi juga dianggap sebagai tindakan zalim karena dapat menyusahkan masyarakat luas. Sebaliknya, pedagang yang memiliki integritas tinggi dan menjunjung nilai-nilai agama akan menghindari praktik tersebut. Salah satu contoh yang patut diteladani adalah kisah seorang saudagar kaya dari sebuah wilayah yang disebut Washith, sebagaimana dikisahkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin.
Saudagar tersebut memiliki prinsip kuat dalam menjalankan bisnisnya. Ketika ia mengirim kapal berisi gandum ke Bashrah, ia memberikan instruksi tegas kepada wakilnya untuk segera menjual gandum tersebut begitu kapal tiba, tanpa menundanya. Namun, ketika gandum sampai di Bashrah, harga pasar sedang turun. Beberapa pedagang menyarankan kepada wakilnya agar menunda penjualan hingga harga naik, dengan janji keuntungan yang jauh lebih besar.
Memuat Komentar ...