I’tikaf Sepuluh Hari Terakhir Puasa dan Kesalehan Sosial

 
I’tikaf Sepuluh Hari Terakhir Puasa dan Kesalehan Sosial
Sumber Gambar: id.pngtree.com (ilustrasi poto)

Laduni.ID, Jakarta - Salah satu ibadah yang disunnahkan untuk banyak dilakukan di bulan Ramadhan adalah i`tikaf, terutama pada sepuluh hari terakhir. Setiap memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW memperbanyak i‟tikaf di masjid dan tidak selalu bersama untuk keluarganya, bahkan menyuruh keluarganya untuk melakukannya.

I‟tikaf adalah berdiam diri dalam masjid dengan niat ibadah kepada Allah SWT. Selama i‟tikaf, orang yang beri‟tikaf menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan seperti berdo‟a, berdzikir, bershalawat pada Nabi, membaca Al-Qur`ȃn dan mengerjakan amal kebaikan lainnya di dalam masjid. I‟tikaf memiliki makna yang mendalam bagi kehidupan seorang muslim apalagi di zaman yang penuh dengan godaan duniawi seperti sekarang ini. Pernak-pernik kehidupan duniawi mudah sekali melalaikan manusia kepada Tuhannya. Secara formal, banyak orang mengakui dirinya beriman kepada Allah SWT, tetapi ternyata keimanannya itu kadangkala baru di lisannya saja. Tidak ada singkronisasi antara kata “iman” dan “perbuatanya”. Godaan dunia mudah sekali menggelincirkan keimanannya.

Fenomena zaman sekarang masih banyak umat Islam yang sudah melakukan amal ibadah sunnah maupun yang wajib, tetapi masih melakukan kemaksiatan. Jamaah masjid semakin meningkat, demikian juga jamaah haji dan umrahnya. Tetapi kemaksiatan terus merajalela. Bahkan kemaksiatan yang berdampak kepada kerugian orang lain, seperti menipu dalam bisnis, korupsi dan lain-lain. Tentu, fenomena ini menimbulkan pertanyaan, kenapa ibadah yang dilakukan tidak berpengaruh terhadap karakter sosialnya. Di sinilah perlunya melakukan ibadah lain yang dapat memantapkan hati untuk istiqamah antara ibadah

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN