Dzikir Jahar menurut Nash dan Qaul Ulama

 
Dzikir Jahar menurut Nash dan Qaul Ulama
Sumber Gambar: GR Stocks / Pexels / Laduniid (Ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Berdzikir dengan metode jahar memiliki sandaran kuat dari Al Quran dan Hadits. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala : “Maka jika engkau telah menunaikan shalat, berdzikirlah kepada Allah dengan keadaan berdiri, duduk dan berbaring”. (an Nisaa’: 102)

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim: Dari Ibnu 'Abbas Ra. berkata: "bahwasanya dzikir dengan suara keras setelah selesai shalat wajib adalah biasa pada masa Rasulullah SAW ". Kata Ibnu ’Abbas, “Aku segera tahu bahwa mereka telah selesai shalat, kalau suara mereka membaca dzikir telah kedengaran”.

Para pendidik ruhani masa lalu menyatakan dengan berbagai landasan eksperimennya bahwa “Orang-orang yang mubtadi (pemula) dan bagi orang-orang yang menuntut terbukanya pintu hati adalah wajib berjahar dalam dzikirnya”. Syaikh Abdul Wahhab asy Sya’rani Rahimahullahu Ta’ala berkata: “Sesungguhnya sebagian besar Ulama Ahli Tasawuf telah mufakat bahwasanya wajib atas murid itu berdzikir dengan jahar, yakni dengan menyaringkan akan suaranya dan didalamkannya. Dan berdzikir dengan sirri dan perlahan-lahan itu tidak akan memberi faidah kepadanya untuk menaikkan kepada martabat yang tinggi”

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN