Baghdad, kota yang dipandang sebagai persimpangan semesta, merupakan titik strategis yang tak tertandingi, demikianlah yang diungkapkan oleh raja Dinasti Abbasiyah ketika menyadari keberadaan posisi geografisnya yang luar biasa.
Dikisahkan konflik dengan Ismailiyah, konflik internal Bani Saljuk dan serangan pasukan Perang Salib I membuat periode pemerintahan Khalifah ke-28 Abbasiyah, al-Mustazhhir, tidak stabil dan mengalami berbagai persoalan. Al-Mustazhhir wafat dan kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Abu Manshur al-Fadhl dan diberi gelar al-Mustarsyid Billah.
Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti paling berpengaruh dalam sejarah Islam, yang menandai periode penting dalam perkembangan peradaban Islam dan dunia. Berdiri pada tahun 750 M setelah berhasil menggulingkan Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah membawa perubahan besar dalam struktur pemerintahan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.
Saat pedang-pedang tentara Abbasiyah telah berhasil membabat habis keluarga Bani Umayyah, ternyata ada seorang pemuda yang berhasil selamat dan melarikan diri dari kediamannnya di desa Dier Khinan, Syam. Pemuda ini bernama Abdurrahman bin Muawiyah, ia melaarikan diri bersama keluarga dan saudaranya Hisyam bin Abdul Malik ke desa yang berada di tepian Sungai Eufrat.
Dalam konteks sejarah, Abu Abbas As-Saffah adalah khalifah pertama Dinasti Abbasiyah, yang naik takhta setelah mengalahkan Bani Umayyah. Abu Al-Abbas As-Saffah memainkan peran kunci dalam revolusi yang menggulingkan Dinasti Umayyah dan mendirikan Dinasti Abbasiyah pada tahun 750 M.
Masih ingat dengan Abu Muslim Al-Khurasani? Salah seorang panglima perang Bani Abbasiyah yang sangat kuat dan cakap dalam bertempur. Beberapa orang pada masa itu menyebutnya Al-Hajjaj nya Bani Abbasiyah, kita dulu telah membahas bagaimana kejamnya Al-Hajjaj kepada orang-orang di Kuffah dan Basrah, nah ini ada versi lainnya dari orang tersebut.
Dalam beberapa definisi, ibu kota diartikan lebih luas sebagai pusat kegiatan wilayah dengan hierarki yang lebih tinggi. Kota ini bukan hanya pusat administrasi, tetapi juga pusat berbagai aktivitas yang memiliki pengaruh besar dalam aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan politik.
Dalam setiap peralihan kekuasaan, selalu terjadi gesekan antara mereka yang mendukung penuh kekuasaan baru dan mereka yang menjadi lawan dari kekuasaan tersebut. Pada artikel ini, kita akan membahas bagaimana Afrika Utara mulai memisahkan diri dan tidak lagi menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, sistem komunikasi memainkan peran yang sangat vital dalam menghubungkan berbagai wilayah kekuasaan yang luas dan beragam. Salah satu komponen utama dalam sistem komunikasi ini adalah kantor pos, yang dikenal dengan nama "Barid."
Dalam studi sejarah, sering kali terjadi bias perhatian terhadap individu-individu yang berada di puncak hierarki sosial dan politik, sementara peran penting yang dimainkan oleh profesi-profesi "underrated". Profesi-profesi ini, meskipun tidak selalu mendapat sorotan, memiliki dampak yang mendalam terhadap berfungsinya masyarakat dan kelangsungan peradaban.
Pergerakan Abbasiyah ke Andalusia pada periode ini didorong oleh berbagai motivasi politik, ekonomi, dan militer. Andalusia, yang sebelumnya berada di bawah kendali Dinasti Umayyah, merupakan wilayah yang strategis dan kaya. Penguasaan atas Andalusia tidak hanya akan memperkuat posisi Abbasiyah, tetapi juga akan melemahkan sisa-sisa pendukung Umayyah yang masih berada di wilayah tersebut.
Pernahkah kalian mendengar tentang House of Wisdom? Atau biasa yang kita kenal sebagai Baitul Hikmah. Ituloh, sebuah perpustakaan dan pusat penerjemahan pada masa Abbasiyah yang sangat terkenal. Di sana, tidak hanya tersimpan koleksi buku ilmu pengetahuan yang melimpah, tetapi juga berkumpul para ilmuwan Islam yang karya-karyanya memiliki dampak besar hingga saat ini
Salah satu institusi utama dalam sistem peradilan tersebut adalah Qadhi', atau hakim, yang memiliki tanggung jawab besar dalam mengadili kasus-kasus hukum, mengelola administrasi keadilan, serta membimbing masyarakat dalam aspek sosial dan agama.
Al-Mansur dikenal sebagai arsitek utama yang membangun fondasi kokoh bagi Dinasti Abbasiyah setelah menggulingkan Dinasti Umayah. Salah satu pencapaian terpenting dari masa pemerintahannya adalah pendirian kota Baghdad pada tahun 762 M. Baghdad tidak hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga berkembang menjadi pusat intelektual dan budaya dunia Islam.
Leo IV naik tahta setelah pendahulunya, yaitu Konstantinus V meninggal dunia dalam peristiwa perang melawan Bulgaria pada bulan September 775 Masehi. Leo IV, yang dikenal dengan julukan "Leo Khazar," berusaha mempertahankan dan bahkan memperluas batas kekaisaran, terutama di kawasan yang berbatasan langsung dengan kekuasaan Abbasiyah.
Tahun 779-780 Masehi menjadi periode krusial dalam sejarah kekhalifahan Abbasiyah pada masa khalifah Al-Mahdi, terutama terkait upaya pemberantasan gerakan Al-Muqanna yang menantang otoritas pusat.
Perang perbatasana antara Bizantium dengan kekhalifahan Abbasiyah masih terus berlanjut dari tahun 777 sampai tahun779 Masehi. Kedua belah pihak masih sibuk dengan saling menyerang satu sama lain, sayangnya pasukan Abbasiyah mengalami kekalahan pada periode tersebut. Dalam periode waktu tahun 780 Masehi kekhalifahan Abbasiyah menerima kabar bahwa Kaisar Leo IV telah meninggal dunia.
Muhammad ibnu Musa Al-Khawarizmi adalah seorang pakar dalam bidang matematik, astronomi dan geografi dari Iran. Muḥammad bin Musa Al-Khawarizmi (Arab: محمد بن موسى الخوارزمي) adalah seorang ahli dalam bidang matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari Persia.
Al-Khawarizmi, seorang ilmuan Muslim terkemuka dari abad ke-9, adalah sosok yang dikenal luas karena sumbangsihnya yang luar biasa dalam bidang disiplin ilmu. Ia sangat berperan penting dalam masa keemasan ilmu pengetahuan di dunia Islam yang dikenal sebagai golden age atau dalam bahasa Indonesia sebagai zaman keemasan.
Pada masa pemerintahan Al-Mahdi, perlu kita ketahui bahwa pemerintahan Abbasiyah pada masa itu tidak hanya menitikberatkan urusan Negara pada ekspansi ke wilayah asia kecil dan administrasi Negara saja, tetapi juga berperan penting dalam menjaga kemurnian agama islam.
Musa Al-Hadi diamanatkan menjadi khalifah pertama, sementara Harun Ar-Rasyid dipersiapkan untuk menggantikannya jika kelak diperlukan. Kebijakan ini mencerminkan keinginan khalifah Al-Mahdi untuk menjaga stabilitas politik di tengah masa-masa yang menantang.
Pada tahun 788 Masehi, dunia Islam menyaksikan dua peristiwa penting yang menandai babak baru dalam sejarah kekhalifahan dan geopolitik Islam. Artikel ini akan membahas tentang dua peristiwa penting tersebut, di mana salah satunya merupakan kemunculan kekuasaan baru yang dinilai dapat mengancam kekuatan Dinasti Abbasiyah.
Keluarga Barmak berasal dari Balkh, salah satu wilayah di Khurasan (sekarang Afghanistan), mereka memiliki akar keagaaman yang kuat, pendiri keluarga Barmak yang terkenal, Khalid bin Barmak. Ia memiliki peran yang penting dalam membantu Dinasti Abbasiyah menggulingkan Dinasti Umayyah. Sebagai Imbalan atas kontribusinya, khalid diangkat ke posisi penting di pemerintahan Abbasiyah.
Dinasti Idrisiyah, didirikan oleh Idris bin Abdullah pada tahun 788 Masehi di wilayah Magrib (Afrika Utara),menjadi salah satu tantangan terbesar bagi otoritas Abbasiyah. Idris bin Abdullah, merupakan keturunan Ali bin Abi Thalib, ia cukup berhasil dalam menggalang dukungan dari suku Berber dan mendirikan kekhalifahan independen dari Baghdad.
Pada tahun 795 Masehi, Baghdad menjadi saksi lahirnya inovasi besar yang akan mengubah wajah dunia intelektual dan administratif di dunia Islam, yaitu pendirian pabrik kertas. Di bawah pemerintahan Dinasti Abbasiyah, Baghdad berkembang menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan.
Dalam masa kejayaannya, Dinasti Abbasiyah tidak hanya dikenal sebagai pusat intelektual dunia Islam, tetapi juga sebagai kekuatan ekonomi yang berpengaruh di dunia. Salah satu aspek yang mendorong kemajuan ekonomi dan budaya Abbasiyah adalah perkembangan pertambangan dan seni perhiasan.
Pada abad ke-8, di bawah pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah yang dipimpin oleh Harum Ar-Rasyid, Baghdad menjadi salah satu pusat perdagangan terpenting di dunia. Pedagang dari Tiongkok, India, Afrika, hingga Eropa singgah di kota ini, sehingga menjadikan Baghdad sebagai tempat pertemuan budaya yang beragam.
Dinasti Aghlabiyah membuat wilayah mereka menjadi salah satu wilayah terkaya yang ada di Afrika Utara dengan mengembangkan sektor pertanian dan perdagangan. Wilayahnya yang berbatasan langsung dengan laut Mediteranialah yang membantu perkembangan sektor ekonomi mereka.
Pada masa kini, kita sering melihat masjid hanya dimanfaatkan sebagai tempat untuk beribadah semata. Meski ada sejumlah pesantren yang juga menggunakan masjidnya untuk kegiatan belajar mengajar. Namun, tahukah kalian? Bahwa pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya di era khalifah Harun Ar-Rasyid, masjid memiliki peran yang jauh lebih luas.
Dinasti Abbasiyah, yang berpusat di Baghdad, mengusai wilayah yang sangat luas dan mulietnis, di mana umat Muslim hidup berdampingan dengan berbagai komunitas nonmuslim, seperti Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan kelompok agama lainnya.
l-Amin menjadi khalifah, diberi kekuasaan atas Baghdad dan wilayah barat kekhalifahan, sementara Al-Makmun memerintah di Khurasan dan wilayah timur, dengan potensi wilayah yang strategis dan begitu kaya. Namun, pembagian itu justru menjadi benih konflik besar di antara kedua putra Harun.
Imam Syafi’i, salah satu pendiri mahdzab fikih dalam Islam, mengalami fase kelam dalam hidupnya ketika ia ditangkap dan dipenjara di bawah rezim Dinasti Abbasiyah. Peristiwa ini terjadi sebab Imam Syafi’i dituduh sebagai Syiah karena mengkritisi pemerintah Dinasti Abbasiyah yang seharunya lebih menghargai ahlu bait.
Al-Makmun, putra Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai salah satu khalifah Abbasiyah yang paling menonjol dalam sejarah Islam. Ia dihormati sebagai pelindung ilmu pengetahuan, yang mendirikan Baitul Hikmah dan memfasilitasi penerjemahan besar-besaran karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab.