LADUNI.ID, Jakarta - Pihak yang berwajib sudah menyelesaikan polemik terkait pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengimbau para politikus agar tidak memperkeruh suasana dengan melakukan provokasi kepada masyarakat.
Sekretaris Jenderal PBNU HA Helmy Faishal Zaini menpertanyakan putusan Mahkamah Agung atau MA yang menyatakan bahwa Baiq Nuril Maknun telah bersalah atas dakwaan
Menyaksikan dan mencermati peristiwa bom bunuh diri di Kabul Afghanistan pada Selasa, 20 November 2018 saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang menewaskan 50 orang lebih dan 80 korban luka-luka,
PBNU juga meminta memulangkan Dubes Kerjaan Arab Saudi ke negaranya sebagai bagian dari sanksi atas tindakannya yang gegabah dengan mencampurkan urusan politik Negara Indonesia.
Terkait adanya penerbitan buku panduan belajar untuk Kelas V Sekolah Dasar (SD), yang membuat sejarah kemerdekaan dan menyebut Organisasi Kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) disebut sebagai salah satu organisasi radikal.
Helmy menyampaikan, orang yang ingin membubarkan Banser adalah orang yang tak paham sejarah alias ahistoris.
Sekjend PBNU, Helmy Faishal Zaini: PBNU Mendorong Terwujudnya UU Pesantren dan Pendidikan Agama
Saudara Hong Eu Gene mengucapkan kalimat syahadat dengan dibimbing oleh Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini.
PBNU menilai budaya itu sebagai bentuk persaudaraan kebangsaan atau ukhuwah wathoniyyah.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memutuskan bahwa Muktamar ke-34 NU akan ditunda tahun 2021.
Meski masih dalam kondisi masa pandemi virus corona atau Covid-19, namun dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan akhirnya kita bisa bersyukur karena bisa melaksanakan Hari Raya Idul Adha dengan aman.
Hijrah adalah metamorfosis gerakan, baik sosial, keagamaan, maupun kebudayaan.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Sekjen PBNU), A Helmy Faishal Zaini memprotes Presiden Prancis, Emmanuel Macron terkait pernyataan yang sangat tendensius soal radikalisme dan ekstremisme. Menurut Helmy, pernyataan Macron hanya menggelorakan islamofobia di dunia.
H Helmy juga menegaskan bahwa jika tidak ada peristiwa 22 Oktober, sangat mungkin perlawanan kepada para penjajah tidak terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya.