“Dalam bingkai keindonesiaan, selayaknya materi dakwah yang disampaikan juga dapat memupuk dan menumbuhsuburkan semangat nasionalisme,” terangnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan, Islam dan nasionalisme harus saling memperkuat dan tidak boleh dipertentangkan
Sekitar ratusan warga Nahdlatul Ulama (NU/Nahdliyin) Ngluyu Nganjuk, Jawa Timur menggelar nonton bareng (Nobar) film ‘Sang Kiai’ pada Selasa (13/11) malam.
Salah satu faktor penyebab bubarnya Khilafah Turki Utsmani 1924 adalah gerakan separatis pemuka-pemuka Arab yang berkolaborasi dengan negara-negara Eropa terutama Inggris. Gerakan separatisme Arab mendapat legitimasi pemikran politik dari paham nasionalisme. Paham yang berakar pada naluri mempertahankan diri (gharizatu baqa’)
Watak birokrasi kita masih salah kaprah dalam memaknai kemerdekaan. Mereka kira kemerdekaan itu adalah uniform, sehingga segala sesuatu harus seragam dari hulu sampai ke hilir. Bahkan riuhnya peserta kontestasi demokrasi tidak sama sekali mengindikasikan warna kemerdekaan.
Gagasan nasionalisme dari Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari penting ditawarkan. Kenapa?
Nasionalisme telah mendarah daging dalam diri umat Islam Indonesia, terutama mereka yang itba' (mengikuti) ulama Ahlussunah wal Jamaah...
Arab Saudi tak segan-segan ‘belajar’ bagaimana membangun semangat nasionalisme itu seperti kekuatan NU (Nahdlatul Ulama) yang ada di Indonesia.
Dalam berbagai kesempatan Maulana Habib Luthfi bin Yahya tak henti-hentinya menitipkan pesan yang sangat penting bagi penerus bangsa Indonesia perihal Pancasila, Nasionalisme, Merah-Putih, Cinta Tanah Air, dan NKRI. Berikut adalah diantara pesan-pesan beliau:
Bagi Fatimah, sosok Rasulullah, ayahnya adalah sosok yang paling dirindukannya. Meski hati sedih bukan kepalang, duka tak berujung suka, begitu melihat wajah ayahnya, semua sedih dan duka akan sirna seketika bagi Fatimah. Rasulullah adalah inspirator terbesar dalam hidupnya. Fatimah hidup dalam kesederhanaan karena Rasulullah menampakkan padanya hakikat kesederhanaan dan kebersahajaan.
Semalam, dunia menerima kabar, yang sebenarnya bukan sebuah kejutan bagi orang-orang yang belajar membaca pola dan memprediksi trajektori, bahwa Kabul, ibukota Afghanistan akhirnya kembali lagi dikuasai oleh Taliban