Hijrah Membumikan Perbaikan Kebaikan Menuju Ridha Ilahi
LADUNI.ID, Jakarta - Perintah berbakti kepada orang tua atau birrul walidain merupakan ajaran penting dalam Islam.
Ini adalah tausiyah tentang pemuda yang memburu ridha Allah. Siapakah dia? Apa yang bisa dipelajari?
Banyak kalangan sekarang kehilangan arah, meski dia telah belajar ilmu hingga perguruan tinggi. Apa sebab?
Laduni.ID, Jakarta Sebelum kalimah di atas mualif telah panjang lebar menerangkan perkara-perkara yang menyebabkan murtad, baik ucapan, perbuatan atau i'tiqod dalam hatiDiantara perkara yang menjatuhkan seorang muslim pada kemurtadan (keluar dari islam)
Maksudnya adalah tugas kita hanya berbuat dan berkata yang benar, orang setuju atau tidak itu tak masalah sebab memang tak mungkin semua orang setuju pada hal yang sama. Yang penting adalah ridha Allah saja, bukan ridha manusia.
Amalan lainnya akan kembali untuk manusia, yaitu dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga lebih dari itu.Namun tidak untuk amalan puasa. Amalan tersebut, Allah khususkan untuk diri-Nya. Sehingga pahala puasa pun bisa tak terhingga pahalanya
Ramadhan media untuk berbagi antar sesama manusia, dan media peningkatan amal ibadah serta media mengukir keikhlasan dalam menyikapi kehidupan modernitas yang penuh tantangan untuk menuju entitas
Belum lengkap rasanya menikmati kesenangan dan kebahagiaan di dalam surga kalau tidak mendapat ridla Allah. Keridlaan Allah adalah kunci dari ketenangan batin penghuni surga.
Dengan wiridan, kita alihkan pikiran kita akan keruwetan hidup dengan mengingat Gusti Allah dan kebaikan-Nya. Akhirnya, otak kita pun tidak stress karena keseharian kita. Karena nggak stress, kita pun gampang ridha pada hidup kita.
Imam Ghazali bercerita, ada seorang Nabi di jaman dulu yang diberi tugas hanya untuk beribadah saja di satu gunung. Dari gunung itu, dia melihat satu peristiwa yang mengherankan.
Ridha merupakan bentuk mashdar (infinitive), dari radhiya - yardha yang berarti: rela, menerima dengan senang hati, cinta, merasa cukup (qana’ah), berhati lapang. Bentuk lain dari ridha adalah mardhat dan ridhwan (yang super ridha). Antonim kata ridha adalah shukht atau sakhat, yang berarti murka, benci, marah, tidak senang, dan tidak menerima.
Ridha merupakan bentuk mashdar (infinitive), dari radhiya - yardha yang berarti: rela, menerima dengan senang hati, cinta, merasa cukup (qana’ah), berhati lapang. Bentuk lain dari ridha adalah mardhat dan ridhwan (yang super ridha). Antonim kata ridha adalah shukht atau sakhat, yang berarti murka, benci, marah, tidak senang, dan tidak menerima.
Ridha merupakan bentuk mashdar (infinitive), dari radhiya - yardha yang berarti: rela, menerima dengan senang hati, cinta, merasa cukup (qana’ah), berhati lapang. Bentuk lain dari ridha adalah mardhat dan ridhwan (yang super ridha). Antonim kata ridha adalah shukht atau sakhat, yang berarti murka, benci, marah, tidak senang, dan tidak menerima.
Ridha merupakan bentuk mashdar (infinitive), dari radhiya - yardha yang berarti: rela, menerima dengan senang hati, cinta, merasa cukup (qana’ah), berhati lapang. Bentuk lain dari ridha adalah mardhat dan ridhwan (yang super ridha). Antonim kata ridha adalah shukht atau sakhat, yang berarti murka, benci, marah, tidak senang, dan tidak menerima.
Ridha merupakan bentuk mashdar (infinitive), dari radhiya - yardha yang berarti: rela, menerima dengan senang hati, cinta, merasa cukup (qana’ah), berhati lapang. Bentuk lain dari ridha adalah mardhat dan ridhwan (yang super ridha). Antonim kata ridha adalah shukht atau sakhat, yang berarti murka, benci, marah, tidak senang, dan tidak menerima.