Dulu ketika masih kecil dan belum masuk pesantren, saya bisa dikatakan "awam" pengetahuan tentang sosok Syaikhona kholil Bangkalan. Yang saya ketahui dari para Santri, beliau yang saya ziarahi makamnya bersama ribuan santri Bangkalan pada setiap malam Jum'at itu adalah salah satu "Bujhuk" (buyut) saya.
Salah satu kunci keagungan Syaikhona Kholil Bangkalan adalah karena akhlak dan adabnya. Kenapa bisa demikian?
Ini adalah pelajaran tentang cara memberi Nasihat yang baik dari Syaikhona Kholil Bangkalan.
Tidak ada guru yang mantan. Semua guru kita akan tetap menjadi guru kita. Bagaimana maksudnya?
Syaikhona Kholil atau lebih dikenal dengan Mbah Kholil Bangkalan adalah sosok guru yang memberi isyarat kepada KH. Hasyim Asy'ari untuk mendirikan organisasi para ulama yang kemudian bernama Nahdlatul Ulama.
Selama ini kita mengenal Syaikhona Kholil lebih karena kewalian, tetapi manuskrip ini tunjukkan kealiman Syaikhona Kholil.
Musnid Ad-Dunya, Syaikh Yasin Al-Fadani, menulis biografi Syaikhona Kholil Bangkalan dalam beberapa lembar kertas yang lebih banyak memuat perjalanan ilmu Syaikhona Kholil selama di Makkah, sejak usia masih muda.
Janganlah kita melihat dan menilai pada sesama itu dari segi dhahir dan fisiknya semata
Karamah merupakan perkara yang sangat luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak disertai dengan pengakuan seorang Nabi. Dari sosok Syaikhona Kholil yang merupakan seorang Ulama Besar tentunya memiliki karamah.
Setelah SK Ma'had Aly Nurul Cholil (didirikan oleh KH Zubair Muntashor, Cicit Syaikhona Kholil) diterbitkan dengan Spesifikasi Fikih Muamalah, maka hari ini adalah kuliah perdana.
KH Nengrom Putra KH Kholil AG Bangkalan didatangi mimpi oleh almarhum KH Kholilur Rohman, cucu Syaikhona Kholil Bangkalan. Beliau menyuruh...
Tulisan ini berisi tentang surat dari Syeikhona Kholil pada putrinya yakni Nyai Hatimah. Ada banyak catatan, doa, amalan dan hikmah yang bisa diambil dari surat ini.
Suatu hari, Syaikhona Kholil Bangkalan kedatangan tiga tamu yang menghadap secara bersamaan. Mereka bertiga ini beda profesi, ada yang pedagang, ada penganten yang belum punya keturunan, dan ada petani.
Dari belasan manuskrip yang ditemukan oleh Tim Turots Syaikhona Kholil, ada satu kitab yang menurut saya sangat berharga dan menarik. Sebuah kitab dengan belasan halaman yang berisikan biografi Syaikhona Kholil.
Akhir abad 19. Seorang pemuda bernama Saleh dan kedua temannya berangkat dari Pemalang, Jawa Tengah. Tujuannya menuju Bangkalan, Madura.
Usia Munawwir muda saat itu sekitar 10-an tahun. Syaikhona Kholil biasa menandai santri-santrinya. Ada beragam santri, tandanya beda-beda, sesuai dengan keistimewaan yang kelak akan dimiliki santri tersebut.
Shalawat Nabi adalah amalan yang memiliki banyak fadhilah, barang siapa yang mengamalkannya, insya Allah akan diberikan keselamatan dalam hidupnya di dunia dan akhirat.
Naskah kitab tulisan tangan Syaikhona Kholil, kitab Alfiyah, ditemukan kembali. Kitab ini adalah kitab keempat yang tercatat tahun 1285 Hijriyah. Diperkirakan, kitab ini ditulis sewaktu Syaikhona Kholil berusia 33 tahun.
Niat awal saya, selain ingin tabarruq kembali ke astah/ pasarean/ makam Syaikhona Muhammad Khalil Bangkalan, juga silaturahmi ke kediaman RKH. Usman Hasan Khalil selaku Ketua Lajnah Turots Ilmi Syaikhona Muhammad Kholil, pada Sabtu (20/02/2021).
Salah satu cicit dari KH. Rd. Muhammad b. Alqo memperlihatkan kepada kami naskah kuno tulis tangan (manuskrip) peninggalan sang buyut.
Berkah keramat Syaikhona Kholil Bangkalan, sekarang banyak penduduk Madura yang sudah menetap di Arab Saudi. Ini berawal dari kisah keramat beliau : Setiap sore beliau meminta kepada sang guru Syekh Abdul Ghoni bin Shubuh bin Ismail Al Bimawy rahimahullah (Bima, Sumbawa) seraya berkata
Alkisah, ketika Bahar kecil mondok di pesantren Syaikhona Kholil, beliau bermimpi tidur dengan istri Syaikhona Kholil. Pagi harinya (versi lain waktu Subuh) Syaikhona Kholil keluar dengan membawa pedang (versi lain golok tumpul) sambil marah-marah pada santrinya.
Laduni.ID Jakarta – Pada saat itu, Syaikhona Kholil mengajar santri-santrinya kitab Jurumiyah, memang cukup jarang untuk zaman sekarang jika seorang ‘kiai besar’ yang mulang ‘kitab kecil’ layaknya Jurumiyah karena berbagai aspek.
“Sidik Jember, Sidik Jember, Sidik Jember!” Begitulah R. KH. Moh. Kholil, pengasuh Pondok Pesantren Kademangan Bangkalan, berteriak-teriak menyambut santrinya Mohammad Sidik, dari Lasem, ketika sowan ke Bangkalan untuk menanyakan gundah hatinya terkait dengan masa depan pengabdian hidupnya di jalan Tuhan.
Kala itu musim haji telah tiba, dan sebagaimana yang telah berlaku hingga menjadi tradisi, seluruh penduduk Bangkalan yang hendak menunaikan ibadah haji terlebih dahulu sowan kepada Syaikhona Kholil. Diantara banyaknya yang berkunjung meminta restu keberangkatan, ada seorang calon jamaah haji yang Syaikhona titipkan surat untuk diberikan kepada seekor anjing hitam sesampainya di Majidil Haram
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari merupakan ulama besar ahli hadits yang sangat tersohor di masanya. Sebagai pendiri NU, beliau (KH. Hasyim Asy’ari) tentunya mempunyai kapasitas ilmu yang tak perlu diragukan. Beliau memiliki gelar “Hadratussyekh”, gelar yang tidak sembarang ulama bisa miliki
Makam Syaikhona Kholil berada di Desa Martajasah, Bangkalan, Madura. Namun selain makam Syaikhona Kholil, adapula makam-makam waliyullah lain yang tak jauh dari lokasi makam Syaikhona Kholil
Syekh Abdul Adzim Al-Maduri adalah seorang mursyid yang pertama kali membawa Thariqah Naqsyabandiyah dari Mekkah ke Pulau Madura.
KH. Asror sendiri adalah kakek dari KH. Abdul Latif, ayahanda Syaikhona Kholil Bangkalan
Sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama tak lepas dari restu Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan, guru para ulama di Nusantara, Karena itu, semangat dan dorongan spiritual dari Syaikhona berhasil menjadikan tokoh-tokoh muassis (pendiri) NU
Laduni.ID, Jakarta - Hari ini Selasa, 23 April 2024 bertepatan hari wafat Syaikhona Kholil Bangkalan.
Kyai Shobari lahir pada 1831 M atau 1246 H. Kendati demikian tak ada sumber yang menjelaskan tanggal lahirnya.
KH. Achmad Aruqot dilahirkan di Desa Kedungcangkring Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo pada tahun 1885. Ayahnya bernama Kyai Asfiya’ dan ibunya benama Nyai Tufah.