Keampuhan Kartanu terbukti lagi waktu saya naik pesawat di bandara Ahmad Yani Semarang, dalam perjalanan balik ke Jakarta.
Buku ini menjelaskan tentang bagaimana kita kembali ke khittah rohaniah. Bagaimana isinya?
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Dalam waktu yang berdekatan, banyak kiai dan tokoh NU yang berguguran, wafat, "kapundut", dipanggil oleh Allah. Sebagian besar mereka ini masih berumur muda.
Salah satu oleh-oleh yang bisa kita bawa pulang dari Ngaji Ihya’ (Kamis, 19/3/2020) adalah ajaran dari Imam Ghazali (w. 1111) tentang “melawan syahwat dengan syahwat”.
Malam ini saya mendapat kabar duka yang amat menyayat hati. Bulik saya, Bunyai Ishmah Ulinnuha, isteri dari Kiai Ulinnuha Arwani, pengasuh pesantren tahfidz yang besar di Kudus, Yanbu'ul Qur'an, wafat.
Cendikiawan NU, Ulil Abshar Abdalla menyampaikan pesan penting bertasawuf di era tsunami informasi. Pria yang akrab disapa Gus Ulil itu menjelaskan, bahwa tasawuf atau jalan menuju Allah itu sangat penting untuk dipahami, dipelajari dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ada asumsi di sebagian kalangan: jika seseorang sudah beragama, nalarnya akan berhenti. Jika mau tetap menjadi manusia bernalar, rasional, tinggalkan agama. Hanya ada dua pilihan: agama atau nalar. Tidak bisa dua-duanya.
Nah, kalau krisis itu tidak mengubah apa-apa, bagi saya itu penderitaan dua kali. Sudah kita mengalami krisis, tidak mendapatkan apa-apa dari krisis itu. Jadi kalau disebut adzab, itu adzab dua kali, adzab kuadrat
Saya ingin mengajak publik di Indonesia untuk melihat soal kembalinya Taliban ke kekuasaan di Afghan saat ini bukan dengan bias "perang melawan terorisme". Itu bisa menipu. Apalagi mengeksploitasi isu Taliban yang sedang "menang" ini untuk menakut-nakuti publik di sini.