SMK Wahid Hasyim adalah lembaga pendidikan kejuruan swasta setara SMA yang bernaung dibawah yayasan Lembaga Ma'arif Ponorogo yang berlokasi di Jalan Bhayangkara, Gang 2 No. 19, Taman Arum, Tamanarum, Kec. Ponorogo, Kabupaten Ponorogo
Sosok ini merupakan orang yang sangat dihormati di Aceh. Masyarakat di sana memanggilnya “Tgk Beurahim Wayla” dan percaya bahwa ia sering menunaikan Salat Jumat di Makkah dan kembali pada hari itu juga.
KH. Abdul Wahid Hasyim merupakan putra dari pasangan KH. Hasyim Asy’ari dengan Nyai Nafiqah binti Kyai Ilyas, lahir pada hari Jumat legi, Rabiul Awwal 1333 H, atau dengan 1 Juni 1914 M
SMA Abdul Wahid Hasyim didirikan pada tahun 1975, Sekolah ini telah melahirkan ribuan alumni yang tersebar di seluruh tanah air dengan berbagai profesi mulai birokrat, legislatif, pengusaha, serta ulama.
SMP A. Wahid Hasyim (biasa disingkat SMP AWH) merupakan salah satu unit pendidikan di bawah naungan Yayasan Hasyim Asy’ari (Tebuireng-Jombang-Jawa Timur), yang pendiriannya hampir bersamaan dengan SMA A. Wahid Hasyim (tahun 1975).
Ini catatan sejarah saat kaum Nahdliyin dan seluruh rakyat Indonesia berduka 66 tahun silam. Kenapa?
KH. Abdul Wahid Hasyim sosok kiai muda yang dari caranya belajar, berpikir, bergerak unik dan luar biasa. Bahkan, caranya mendidik putra-putrinya juga menarik kita pelajari.
Nyai Hj. Sholihah Munawwaroh Wahid Hasyim Ulama Nahdlatul Ulama Jombang Jakarta
Di tengah kesibukan mencari itulah, KH Wachid Hasyim mengusulkan nama Mochammad Hatta atau Bung Hatta untuk menjadi calon Ketum PBNU. Mendengar itu semuanya kaget.
Karena prilaku anaknya yang nakal tersebut, akhirnya KH. Wahid memohon kepada Masduqi Ali untuk menemani, membimbing dan mengasuh Gus Dur. Maka sejak itulah, KH. Masduqi Ali menjadi sosok pengasuh Gus Dur.
Menteri Agama, KH. A. Wahid Hasyim (ayahanda Gus Dur), sedang memimpin shalat Idul Fitri 1 Syawal 1369 H/17 Juli 1950 di Lapangan Banteng, Jakarta. Tampak di belakangnya Moh. Natsir, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta serta pejabat Negeri kala itu.
Tiga Purnama dari sebuah generasi platinum telah menunjukkan keteladanan yang tak ternilai bagi kita. Mereka bertiga adalah manusia ajaib yang pernah Gusti Allah anugerahkan untuk bangsa Indonesia.
"Kahar Muzakkir lontarkan: Ada orang budayanya tidak mau dipersentuh tangannya oleh bawahan. Umpamanya, kalau ada pengemis, kasih uang dilemparkan saja. Kalau dalam Islam tidak bisa. Dalam Islam harus diserahkan dengan cara baik. Jadi perikemanusiaan yang adil dan beradab. Adabnya ini tadi."
Hari ini Jum’at, 19 April 2024 bertepatan hari wafat KH. Abdul Wahid Hasyim dan KH. M. Hasyim Latief.
KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjelaskan sebuah konsep untuk menembus batas kejumudan dan melahirkan novasi yang brilian. Ia menyebutnya dengan istilah “budaya terobosan”.
Nyai Hj. Solichah mengingatkan, "Sejak dulu, Ibu selalu menekankan bahwa anak-anak Ibu harus siap dan mampu menjadi pemimpin di bidang masing-masing. Tidak ada alasan bagi kamu untuk menolak jadi direktur rumah sakit."
Gus Sholah, teguh memegang nilai-nilai waisan Nyai Hj. Solichah berupa kejujuran, keberanian, kesederhanaan, egaliter, dan kecintaan pada ilmu dan agama. Tak heran setelah menyelesaikan studinya, Salahuddin Wahid mampu meniti karier di berbagai bidang dan mendapat banyak kepercayaan.
Sebagai seorang ibu, Nyai Solichah mendidik anak-anaknya dengan caranya penuh kasih sayang dan penuh penghargaan atas kebebasan mereka. Ia tidak pernah mengekang atau mengarahkan secara ketat, melainkan memberikan kebebasan penuh pada anak-anaknya untuk memilih jalan hidup mereka sendiri.
“Ibu selalu memberikan buku, baik ketika ada peristiwa istimewa seperti ulang tahun atau dalam keseharian kami. Melalui buku, Ibu menanamkan pelajaran hidup dengan cara yang mengesankan,” kenang Aisyah.