Pada hukum muamalah yang menyangkut harta dan semacamnya itu, sebaiknya dicatat dan dipersaksikan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di belakang hari.
Diantara beberapa kaidah yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti dalam membuat rencana proposal penelitian adalah kaidah 5w+1h.
Kaidah ini adalah salah satu cabang dari kaidah الأمور بمقاصدها yang dibahas sebelumnya. Urgensi kaidah ini adalah membatasi tafsiran suatu perkataan/ucapan pada maksud pengucapnya saja, bukan apa yang dipahami atau disangka oleh pendengar. Namun bila pengucapnya tak punya maksud khusus, maka biasanya hukumnya kembali pada makna kata itu sendiri secara umum.
"Fakta (hal yang sudah yakin terjadi) tak bisa dihilangkan sebab praduga"
Kaidah ini adalah salah satu cabang dari kaidah yang sebelumnya kita bahas. Intinya adalah: selama sesuatu belum naik level menjadi fakta sebab masih ada sedikit kesimpangsiuran soal keberadaannya, maka secara hukum ia tetap akan dianggap tidak ada, sama seperti kondisinya semula.
Pada bahasan sebelumnya telah dibahas bahwa fakta yang ada sebelumnya tak bisa digugurkan dengan hal baru yang masih bersifat praduga. Sekarang bahasannya adalah kebalikannya, yakni ketika sesuatu yang dinilai sebagai keyakinan ternyata keliru sebab faktanya menyatakan sebaliknya. Dalam hal ini maka berlaku kaidah di atas.
Kaidah ini berdasarkan pada banyak sekali dalil al-Qur'an dan hadis yang dengan tegas menyatakan bahwa Allah dan Rasulullah menginginkan kemudahan, bukan mempersulit, misalnya:
"Bukti dibebankan atas penuduh, sedangkan sumpah dibebankan atas tertuduh"
Menurut sebuah riwayat, Imam Al Farrā` An-Nahwī pernah mengatakan, "Siapa yang piawai dalam satu ilmu maka ilmu-ilmu lain akan mudah bagi dirinya."
"Ambillah sifat memaafkan ini, dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan (makruf), serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh" (Al-A’raf: 199). Ayat ini adalah Makkiyah dan termasuk pondasi penting dalam Islam. Sifat memaafkan merupakan bagian terpenting dalam misi penyempurnaan akhlak yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.