Ada perkataan yang dibahas panjang lebar oleh Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi, gurunya Syaikh Bin Baz dan Syaikh Ibnu Utsaimin. Dia membuat muqaddimah panjang dan uraian yang juga panjang tentang betapa salah dan bodohnya perkataan tersebut. Perkataan tersebut adalah:
Bersamaan dengan itu juga muncul istilah Ta’thil al-Masajid (تعطيل المساجد) dan banyak kutipan yang intinya menyatakan keharamannya. Sebenarnya apa itu ta’thil al-masajid (تعطيل المساجد)?
Saya betul-betul tidak habis pikir dengan Ustadz satu ini. Sudah dua kali saya menulis khusus tentang bagaimana dia sengaja berbohong, mengarang redaksi sendiri lalu dinisbatkan pada para Imam. Silakan cek tulisan saya sebelumnya.
Ilmu agama sangatlah beragam dan jenjang tingkatannya sangatlah luas, akan tetapi apa yang harus dipelajari oleh semua orang?
Mari kita berandai-andai, bagaimana jadinya bila Nabi Muhammad bukanlah seorang Nabi atau Rasul tetapi hanya seorang pemuda visioner yang mengajak kaumnya untuk menyembah Allah saja dan lepas dari mitos peninggalan leluhur Arab untuk menyembah berhala-berhala?
Meski sering dianggap sama, ada perbedaan mendasar antara ilmu akidah dan ilmu kalam
Beberapa ulama tidak sreg pada ilmu kalam dan tidak menyarankannya untuk dipelajari. Kalau sudah yakin pada apa pun yang disampaikan oleh Nabi Muhammad maka untuk apa lagi ndakik-ndakik membahas dalilnya atau berdebat soal itu? Mendingan langsung fokus saja pada amal untuk bekal sesudah mati
Jadi, yang bagus bacaan ala Muhammadiyah dan NU itu digabung. Hahaha... Bercanda, yang benar adalah semua bacaan tersebut adalah bacaan Rasul, bukan bacaan ormas tertentu. Tapi jangan lupa, ada banyak versi lagi selain kedua versi di atas, silakan cari sendiri
Menyambung tulisan sebelumnya, bagi saya yang menarik dari redaksi bacaan iftitah dalam shalat bukan apakah "inni wajjahtu wajhiya" atau "wajjahtu wajhiya" tanpa inni. Yang menarik adalah kaitannya dengan ilmu kalam
Ada beberapa penafsiran al-Qur'an yang salah kaprah. Sudah populer sekali di masyarakat tetapi sebenarnya salah
Para Taymiyun (wahabi) seringkali menyamakan dan menyamarkan antara sifat Dzatiyah Allah dan Sifat Jismiyah
Baru-baru ini beredar sebuah unggahan video pendek Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siraj menerangkan tentang kata “Ada” bagi Allah dalam Al-Quran.
Kalau saya bilang bahwa sifat wujud bagi Allah tidak ada, tentu banyak orang yang tidak mendalami ilmu kalam akan kaget dan salah paham. Bisa-bisa saya dituduh meniadakan Allah meskipun mana mungkin itu terjadi
Dalam Islam, perbedaan pendapat antar ulama adalah sebuah anugerah. Sering terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam memutuskan atau menghukumi suatu perkara, sebut saja perihal rokok
Dakwah berasal kata da'a yang artinya mengajak, yang namanya ajakan harus dilakukan dengan lembut, pelan dan simpatik. Kalau tidak, maka objek dakwah akan lari
Salah satu hujjah para mujassim untuk mempropaganda awam bahwa Allah adalah jisim, dengan memplesetkan hadis yang bercerita tentang ciri Dajjal
bagaimana bisa ada orang yang sanggup mengarang bebas bahwa menurut Asya'irah Allah Berkalam lalu tak Berkalam lagi?
Ada sebuah julukan yang bernada olok-olok bagi cendekiawan yang mengumpulkan semua informasi dan berita tanpa disaring mana yang valid dan mana yang tidak
Ada seseorang yang menulis panjang lebar untuk membuktikan bahwa Candi Borobudur buatan Nabi sulaiman. Berbagai detail kecil dicari lalu dirangkai agar terlihat cocok lalu dicocok-cocokkan
Di antara kaidah yang disepakati seluruh ahli ilmu adalah bahwa yang maksum (terjaga dari kesalahan) adalah Nabi Muhammad saja, sedangkan ucapan orang lain dapat diterima dan dapat ditolak
Meski dunia persilatan teologis sangat heboh dengan pembahasan shifat Tuhan, tetapi tahukah anda bahwa kata "Shifat" tidak pernah digunakan oleh al-Qur'an dan Hadis ketika membahas akidah?
Sebelum kita membahas lebih lanjut, perlu diketahui bahwa hal semacam ini adalah berita ghaib yang tidak dapat diketahui oleh siapa pun kecuali oleh pencipta semesta, yakni Allah dan para Rasul selaku utusan resmi Allah