KH Ahmad Mustofa atau yang kerab dipanggil Gus Mus mempersembahkan puisi dalam seminar yang digelar jurusan Sastra Aran UIN Malang, pada Rabu (7/11) kemarin. Puisi tersebut berkisah tentang kerinduan pada Rasulaullah Muhammad SAW.
"Muhammad" begitulah namanya. Nama yang terdengar dan tampak sangat indah, seindah kepribadiannya. Ketika namanya disebut, langit dan bumi bergetar, mata-mata sembab mencucurkan air mata kerinduan, tenggorokan menjadi kering, amarah tak lagi memuncak, kesedihan pun hilang.
Perbedaan pendapat terkadang tak harus dihiraukan. Selama perbedaan itu masih lah bertujuan sama dan bukanlah perkara yang perlu dipermasalahkan. Suami istri adalah dua perjalanan hidup yang akan menjadi satu karna memiliki satu harapan. Harapan yang akan muncul nantinya setelah mereka dikaruniai seorang anak.
Percy Bysche Shelly seorang penyair berkata, puisi adalah rekaman dari saat-saat yang paling baik dan paling menyenangkan dari pikiran-pikiran yang paling baik dan paling menyenangkan. Rekaman perasaan dan peristiwa menjadi indah, jika untaian kata tertata menjadi rangkaian puisi. Dan antologi puisi “Rindu Yang Sama”,
Ini wejangan dari Gus Dur supaya kita tidak mudah merendahkan orang lain. Apa saja wejangan tersebut?
Salman menceritakan peristiwa berkaitan dengan lelaki Yahudi tersebut, lalu Fatimah mengeluarkan jubah Rasulullah SAW, yang terdapat tujuh tambalan dengan tali serat kurma, dan menyerahkannya kepada Salman, yang langsung membawanya ke masjid.
Kerinduan itu menyakitkan, melupakannya kadang menjadi penawarnya. Namun, bila tak ada rindu, hati terasa kering kerontang, bagai mentari menjejal sahara, yang tak ada tetes embun menyapa. Kerinduan itu menyakitkan, namun bila rasa rindu tak datang, sakit semakin mencekam.
Dari dalil yang disebutkan tentang tarawih adanya kontradiksi dan dimungkinkan diantara hadist tersebut ada takwil, maka dalil yang lebih kuat dalam permasalhan shalat tarawih adalah ijma’ sebagai dalil qath’i
Kitab “Turjumân al-Asywâq” (Tafsir Kerinduan), karya al-Syeikh al-Akbar (maha guru terbesar), Ibnu Arabi. Ia berisi kumpulan (kompilasi) puisi dengan komposisi notasi yang beragam. Para santri dapat menyanyikannya dengan langgam lagu (bahar) yang berbeda-beda: Thawîl,
Tiba-tiba tangan yang lembut bagai sutera menyentuh pundakku. Aku menoleh. O, aduhai, seorang gadis jelita dari Romawi. Aku belum pernah melihat perempuan secantik ini. Dia begitu anggun. Suaranya terdengar begitu sedap. Tutur-katanya begitu lembut tetapi betapa padat,
Puisi-puisi di atas seringkali dipahami pembaca awam dan tekstualis sebagai bentuk kerinduan Ibn Arabi kepada seorang perempuan; sebuah kerinduan birahi, seksual dan erotis (gharamîy) terhadap tubuh perempuan nan cantik-jelita, yang pernah ditemuinya selama di Makkah:
Setidaknya, ada empat golongan orang yang dirindukan surga, di antaranya mereka yang berpuasa.
- Dari kitab ini kita akan mengetahui bahwa semua kata dalam puisi-puisinya itu adalah kiasan-kiasan, metafora-metafora, simbol-simbol dan rumus-rumus yang mengandung makna-makna mistis dan sarat dengan embusan-embusan spiritualitas ketuhanan yang menukik dan melampaui
Selain tiga nama perempuan di atas, Ibn Arabi dalam kitab ini juga menyebut sejumlah nama perempuan lain: Hindun, Lubna, Sulaima, Salma, Zainab, Laela dan Maya. Penyebutan Ibn Arabi akan nama-nama perempuan ini, disamping mengungkapkan kerinduannya terhadap mereka,
Akan tetapi mungkin penting untuk dicatat bahwa dengan menyebutkan nama-nama perempuan ini, Ibn Arabi ingin memperlihatkan juga pandangannya tentang relasi laki-laki dan perempuan dalam perspektif gender. Perempuan, katanya dalam al-Futuhat al-Makkiyah, adalah jiwa yang sempurna.
Inilah pengalaman Santri mbah Maimun yang mungkin tidak banyak orang yang mengetahui. Simak kisahnya...
Berikut ini adalah aplikasi keren yang jika diklik link-nya di Smartphone langsung kita diposisi Mekah.
Jika makhluk yang tak bernyawa bisa mengenal Rasulullah SAW, menangis bersamanya, bertasbih dan merindukan, apalagi kita sebagaimana manusia yang beriman yang mengikuti teladannya.
Abu Bakar menutup lubang itu dengan salah satu kakinya. Lalu ular itu menggigit pergelangan kakinya, tapi kakinya tetap saja tak bergerak sedikitpun dalam hening.
Di masa Habib Husen Bin Muhammad Bin Ali Al-Haddad masih kecil, beliau menghadiri haul di Cikura. Setiba di area kediaman KH Said, beliau mengikuti terus arah KH Said berjalan.
Diriwayatkan dalam sebuah riwayat yang tsiqah bahwa ketika salah seorang shaleh bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana dia adalah orang yang selalu rindu kepada Rasulullah
Mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan ibadah, baik itu ibadah yang berupa ritual keagamaan maupun ibadah sosial, adalah cerminan rasa bahagia dan merupakan tanda cinta kepada Allah SWT, Dzat Sang Pencipta Semesta Alam.
Suatu ketika, Allah SWT memerintahkan Jibril AS untuk pergi surga yang disebut Jannat al-Buraq--surga tempat bermukim para Buraq. Perintah Allah kepada Jibril AS, agar membawa satu Buraq untuk membawa Rasulullah Muhammad SAW dalam perjalanan Isra-Mi'raj.
Ketika kubah hijau yang berada di atas makam Rasulullah SAW sudah tampak dari kejauhan, maka akan membuat unta atau keledai berlari kencang tanpa kendali, bersegera menuju makam manusia mulia itu.
Sahabat-sahabat Rasulullah SAW lebih mulia dari umat beliau di akhir zaman karena mereka bisa bertemu dengan fisik Nabi, sedangkan kita hanya bisa mengenal namanya.
Tulisan ini merupakan terjemahan dari sebuah risalah yang ditulis dan dibacakan oleh Syaikh Ramadhan Al-Buthi dalam sebuah acara memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Diriwayatkan bahwa Mars Syubbanul Wathon digubah oleh KH. Wahab Chasbullah pada tahun 1916. Mars ini diciptakan ketika beliau mendirikan sebuah gerakan yang kelak juga menjadi inspirasi para ulama, yakni Nahdlatul Wathon.
Pada dasarnya bukan hanya sekadar bacaan yang menjadi rutinitas, Shalawat Tarhim juga memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Suara yang terdengar di berbagai penjuru kampung atau kota menumbuhkan rasa persatuan dan kebersamaan dalam keberagamaan.
Konser Haddad Alwi dan Sulis di Synchronize Fest yang membawakan lagu-lagu shalawat ini menunjukkan bahwa keinginan untuk mendekatkan diri kepada hal-hal yang bersifat Ilahi masih kuat di kalangan generasi muda.