Kalau dalam tempat itu telah ada yang tampil beramar ma’ruf nahi munkar yang mencukupi, maka hukumnya ulama tersebut dalam soal, tidak haram, tetapi kalau tidak ada yang tampil ke muka, atau belum mencukupi, maka hukumnya haram.
Melihat fenomena yang demikian itu, jika kita membuka kembali sejarah Islam, kita akan menemukan sebagian kelompok yang cenderung bersikap kasar, atau lebih tepatnya sembarangan dalam mengkritik dan merasa paling benar. Mereka dikenal dengan sebutan kaum Khawarij.
Akibat pendekatan yang terlalu formalistik, maka sering kali kita temui orang yang rajin shalat tapi pembohong kelas berat; atau rajin pergi ke tanah suci tapi korupsi jalan terus; atau mereka yang bersorban dan bergamis tapi sibuk mencari perempuan ke cianjur, dan paradoks lainnya.
Salah satu shalawat yang sangat populer diamalkan oleh umat Islam, khususnya di Indonesia adalah Shalawat Asyghil. Biasanya ada yang menyebutnya juga dengan istilah Shalawat “Mlipir”.
Setahun kemudian tepatnya pada tahun 1984 di Muktamar ke-27 di Situbondo, Gus Dur terpilih kembali menjadi Ketua Umum PBNU dengan khitthoh NU-nya. Gus Dur di minta Mbah Lim memimpin NU hingga 3 periode untuk mengawal Khittah NU agar semakin jelas.
Pemahaman 'ashobiyah hanya dikenakan kepada adanya pembelaan kepada perilaku zalim dari kelompoknya. Meski ada kezaliman tetapi, karena ada sifat 'ashobiyah itu, maka tetap dibelanya.
Negara kita merupakan bangsa yang besar dan berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Walaupun tidak menjadikan syariat Islam sebagai dasarnya, namun mayoritas penduduknya beragama Islam.
Dari sini kita mendapatkan satu pelajaran yang sangat berharga. Kalau seorang nabi yang berdakwah kepada pemimpin zalim sekaliber Fir'aun saja diperintahkan untuk bersikap lembut, lantas bagaimana seyogyanya dengan kita?
Kezaliman (kesalahan) kitalah yang menjadi urusan kita dengan Allah sehingga itulah yang seharusnya menjadi materi taubat kita. Adapun kezaliman orang lain terhadap kita, itu adalah urusan yang bersangkutan dengan Allah. Jadi, taubat itu adalah tentang kesalahan diri sendiri kita, bukan orang lain.
Jika suatu perusahaan atau instansi tidak bisa memberi gaji sesuai UMR, benarkah itu zalim? Mengapa?
"Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Hud: 117)
Tuhan tidak akan pernah menyia-nyiakan kebaikan hamba-Nya, akan dibalas dengan mendapatkan kenikmatan yang luar biasa, yang tidak pernah terbayangkan oleh pemikiran dan khayalan manusia
Di akhirat nanti, semua dosa akan Allah ampuni jika kita benar-benar bertobat kepada-Nya. Hanya dosa sesama manusia yang tidak bisa diampuni
Allah SWT memerintahkah kepada setiap diri manusia mukmin agar menginfakkan sebagian harta yang mereka miliki, baik untuk kepentingan keluarga, kepentingan masyarakat, atau pun kepentingan lainnya
Sabar merupakan salah satu sifat yang mulia. Bahkan Allah memberi pujian atau apresiasi pada sesorang yang mempunyai sifat tersebut. Karena memang sifat ini merupakan cara terbaik untuk menahan hawa nafsu.
Dalam sebuah "halaqah", pengajian/diskusi melingkar di Fahmina Institute, pada suatu hari, aku lupa tanggalnya, aku ditanya soal fungsi dan kewajiban negara dalam Islam.
Peran ulama, pemerintah dan rakyat, saya rasa adalah kunci dari kestabilan dan ketenteraman negara. Ketika ketiganya sudah berjalan di jalannya masing-masing, mustahil negara akan tidak tenteram apalagi di ambang kehancuran.
Orang-orang dari penduduk Mesir terhasut bujukan Abdullah Ibnu Saba’ (seorang munafik lagi fasiq keturunan Yahudi) untuk bersekongkol menggulingkan Utsman bin ‘Affan dari kekhilafahan hingga berakhir dengan pembunuhan Khalifah.
Para mahasiswa yang mendengar wejangan dahsyat itu merasa mendapatkan inspirasi yang menyulut semangatnya untuk benar-benar menerapkannya; keadilan harus diperjuangkan dengan keberanian!
Menzalimi atau berbuat aniaya kepada sesama manusia merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT. Perbuatan tersebut perlu dihindari, karena memang dilarang oleh Allah SWT.
Dijahati orang itu menyakitkan, tapi jika yang menjahati kerabat sendiri, sakitnya bisa berlipat-lipat
Abajadun adalah satu cabang kosmologi Islam yang merumuskan huruf Hijaiyah dalam angka. Menurut rumus abajadun, setiap huruf memiliki makna magis dan mengisyaratkan rahasia kosmik-spiritual melalui angka dan hitungannya.
Terkait kata "kami" dalam Al-Qur'an, itu ada dua faedah. Pertama, li Al-Kastrah yang mempunyai arti banyak. Kedua, li At-Ta'dhim yang mempunyai arti mengagungkan. Namun yang dimaksud kata "kami" dalam Al-Qur’an adalah faedah yang kedua.
Jika membincang perihal Islam arus utama di Indonesia, mungkin masih banyak hal-hal yang menimbulkan beberapa pertanyaan yang tak tuntas terjawab, baik itu oleh lontaran pertanyaan dari umat agama lain atau bahkan dari umat Islam sendiri.
Doa tersebut di atas dibaca tiga kali setiap selepas shalat fardhu. Adapun sanad ijazah doa yang tersebar di berbagai platform media ini disebutkan riwayatnya dari KH. Khotib Umar, dari ayahnya KH. Umar, dari KH. As’ad Syamsul Arifin, dari Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Di dalam kitab Al-Qalyubi karya Ahmad Shihabuddin bin Salamah terdapat satu kisah yang sangat menarik, tentang seorang raja zalim, tetapi ternyata doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT dikabulkan.
Firman Allah "Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim."
“Pada hari ini setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang telah diusahakannya. Tidak ada yang terzalimi pada hari ini. Sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Al-Mu’min/Ghafir: 17)
Memutus tali silaturrahmi merupakan dosa besar dan akan pelakunya akan mendapatkan berbagai siksaan dan hukuman, baik di dunia maupun di akhirat.
Hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan meniscayakan adanya tanggung jawab. Demikian pula terkait hal memilih menjadi juru damai.
Perbuatan kriminal memang sangat berpotensi membuat kerusakan, merugikan, dan meresahkan banyak pihak. Namun, dalam pandangan Islam, pelakunya tidak boleh diperlakukan semena-mena, atau dihakimi sendiri oleh massa.
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Jika niat pemimpin terpusat pada kemaslahatan rakyat, maka kesejahteraan akan meluas. Tetapi jika niat itu berbalik pada keserakahan dan kezaliman, maka kehancuran akan mengikuti.