KH. Mushlih bin H. Abdurrozi yang lebih dikenal dengan panggilan Mama Ajengan Jenggot
Habib Ali Kwitang Al-Habsy merupakan tokoh penting dalam jejaring habaib pada akhir abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-20. Hampir seluruh jejaring habaib di Nusantara dan Haramain terkoneksi dengannya, bahkan beliau juga menghubungkan generasi sebelumnya dengan generasi setelahnya, juga antara ulama pribumi dan ulama hadrami.
KH. Abdul Wahid Hasyim merupakan putra dari pasangan KH. Hasyim Asy’ari dengan Nyai Nafiqah binti Kyai Ilyas, lahir pada hari Jumat legi, Rabiul Awwal 1333 H, atau dengan 1 Juni 1914 M
Perjalanan karir beliau beberapa kali mengalami ketidakstabilan. Karya beliau pernah diklaim oleh kelompok Manikebu (seniman dan sastrawan sayap kanan) dalam sengketa melawan Lekra (seniman dan sastrawan sayap kiri) karena pada masa ini Islam dianggap sesuatu yang bertentangan dengan PKI.
KH. Achmad Damanhuri Ya’qub beliau adalah ulama khasrismatik dari batang dan merupakan kakak dari KH Ali Musthofa Ya'qub, dan pendiri pesantren Darussalam Subah Batang
KH. Imam Sonhaji merupakan pemimpin keempat yang meneruskan kepemimpinan dari KH. R. Haedar Dimyati. Pada tahun 1965 KH. Imam Shonhaji mulai menginjakan kaki di Sukamiskin sebagai santri, sampai pada akhirnya KH. Imam Shonhaji menikah dengan anak pertama KH. R. Haedar Dimyati yaitu Hj. Memunah Haedar.
Sebagai pengajar, KH. Warson muda menjadi guru yang simpatik karena kecakapan dan keramahannya di mata para santrinya. Di usia belia, beliau telah memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mengajarkan beberapa mata pelajaran. Di luar kelas pun, beliau menjadi kawan bermain yang egaliter bagi segenap santri.
Berkat keluasan dan kedalaman ilmunya, Syekh Abdul Malik pernah memperoleh dua anugrah yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti Madzab Syafi’i di Makkah dan juga diberi kesempatan untuk mengajar.
Asy-Syaikh Al-Imam Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi lahir pada 16 April 1911 M di Desa Daqadus, Distrik Mith Ghamr, Provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir. Di usia yang masih dini, 11 tahun, ia sudah hafal al-Quran.
Buya Leter diangkat menjadi tuanku di Surau (Pesantren) Mato Aia, Pakandangan, Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat tahun 1971. Itu artinya Leter sudah diakui sebagai tamatan pesantren dan memiliki pengetahuan agama.