Sa’di Syirazi, sufi-penyair besar dari Persia, meniupkan sangkakala kemanusiaan dalam puisinya yang indah
"Sembarangan" kalau dalam bahasa Arab bisa disamakan dengan "Kezaliman", Zalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Suatu saat seseorang yang berwirausaha membuli seorang pegawai dengan menggunakan bahasa hakikat. Terjadilah obrolan sebagai berikut :
Demikian pula, jika umat ingin tambah dewasa, maka gesekan kadang memang harus terjadi, maka ikhtilaf itu sebuah keniscayaan. Sekali lagi "ikhtilaf", bukan "tafarruq".
Pada suatu masa, pernah yang namanya kemerdekaan tidak selalu diiringi kebebasan berpendapat di muka umum. Apalagi jika itu menyangkut politik, apalagi menyentil pemerintah yang tengah berkuasa demi alasan stabilisasi nasional.
Mereka rela berkorban harta dan nyawa demi meraih kemerdekaan yang hasilnya dapat dirasakan oleh kita bersama kini.
Bagi penikmat kitab-kitab tafsir atau balaghah, nama az-Zamakhsyari tidaklah asing. Dia adalah ulama tafsir, lughot, dan sastra [adab] yang luar biasa dan bermadzhab Hanafi, tetapi sayang akidahnya Muktazilah. Dia, sebagaimana kaum Muktazilah [Qadariyah],
Sepanjang sejarah manusia selalu ada sekelompok orang yang mengklaim pandangan dan jalan hidup keagamaannya sebagai paling benar, sambil menuduh pandangan selain dirinya adalah total salah. Di antara mereka ada yang melakukan gerakan ekstrim. Bukan hanya menyalahkan dan mensesatkan pandangan yang lain itu,
Hari ini masyarakat konservatif-fundamentalis-radikalis di berbagai belahan dunia masih terus berteriak-teriak mencaci-maki orang-orang yang terlibat dalam dunia baru (modern). Mereka akan terus berteriak bahwa pembaruan, inovasi dan kreativitas, adalah kesesatan dan menjerumuskan manusia ke dalam neraka jahannam.