Pada suatu masa, pernah yang namanya kemerdekaan tidak selalu diiringi kebebasan berpendapat di muka umum. Apalagi jika itu menyangkut politik, apalagi menyentil pemerintah yang tengah berkuasa demi alasan stabilisasi nasional.
Mereka rela berkorban harta dan nyawa demi meraih kemerdekaan yang hasilnya dapat dirasakan oleh kita bersama kini.
Bagi penikmat kitab-kitab tafsir atau balaghah, nama az-Zamakhsyari tidaklah asing. Dia adalah ulama tafsir, lughot, dan sastra [adab] yang luar biasa dan bermadzhab Hanafi, tetapi sayang akidahnya Muktazilah. Dia, sebagaimana kaum Muktazilah [Qadariyah],
Sepanjang sejarah manusia selalu ada sekelompok orang yang mengklaim pandangan dan jalan hidup keagamaannya sebagai paling benar, sambil menuduh pandangan selain dirinya adalah total salah. Di antara mereka ada yang melakukan gerakan ekstrim. Bukan hanya menyalahkan dan mensesatkan pandangan yang lain itu,
Hari ini masyarakat konservatif-fundamentalis-radikalis di berbagai belahan dunia masih terus berteriak-teriak mencaci-maki orang-orang yang terlibat dalam dunia baru (modern). Mereka akan terus berteriak bahwa pembaruan, inovasi dan kreativitas, adalah kesesatan dan menjerumuskan manusia ke dalam neraka jahannam.
Ini Dia Resep Masakan Anak, Murah Meriah. Mau Coba?
Wanita ini tidak diterima oleh perusahaan mana pun karena kesalahan yang dianggapnya kecil.
Hanya gara-gara ingin beli iPhone X, mahasiswa ini rela menipu orang tuanya dengan pura-pura diculik.
Ada sebuah kisah. Konon ada seorang yang tengah mengalami kesulitan dalam urusan ekonomi. Telah lama sekali ia berada dalam kesusahan dan kepayahan karena hal itu. Lalu ia keluar dengan wajah tanpa gairah dan memasuki padang pasir. Di sana ia menemukan puing-puing istana yang sudah hancur.
Sore sejuk tanpa hujan, setelah memandikan Zafer anak keduaku, saya menyempatkan membaca cerpen di halaman hiburan harian Kompas. Cerpen itu berjudul "Mitoni Terakhir".