Di sisa-sisa kekuatan hidup Khalifah Umar, beliau membuat sebuah Majelis Syura dengan mencalonkan 6 orang sebagai khalifah selanjutnya. 6 orang tersebut yaitu: Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auf, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Sejarah mencatat bahwa, Aceh tempo dulu mengalami trauma yang cukup besar, ketika merebaknya kerusakan akidah para tokoh dan generasi Aceh sesudah pembantaian para Teuku (Ule balang) dan Ulama sufi yang di sebut Revolusi Sosial 1946.
Kisah ini adalah lanjutan dari bagian kedua Asal-Usul Para Habaib di Nusantara, yang akan menceritakan bagaimana penyebaran para Habaib di lautan Hindia, seperti Asia Tenggara, India dan Afrikat Timur, termasuk Nusantara, Indonesia.
Khalifah Umar mempunyai sebuah kebiasaan, setiap tahun beliau haji dengan membawa istri-istri Rasulullah SAW. Pada tahun 23 H setelah melaksanakakn haji beliau berdoa kepada Allah SWT "Ya Allah, umurku kini telah bertambah, tulangku telah rapuh, kekuatanku pun berkurang, dan rakyatku tersebar di mana-mana. Maka, kembalikanlah aku kepada-Mu dalam keadaan tidak lemah ataupun bersalah."
Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel bagian pertama. Kisah ini akan menjelaskan mengenai golongan Alawi yang pindah ke Hadramaut disebabkan kekuasaan yang diktator.
Tulisan ini mencoba mengulas dan menceritakan tentang asal-usul para Habaib yang kini tinggal dan berdakwah di Nusantara, Indonesia. Tulisan ini akan dibagi pada 3 artikel yang akan disajikan secara berkala. Artikel ini akan menjadi artikel perdana dari tiga seri yang akan disajikan selanjutnya.
Dari proses lahir dan batin yang cukup panjang, kemudian menjadi jelas tergambarkan bahwa lika-liku lahirnya NU tidak banyak bertumpu hanya pada perangkat formal sebagaimana lazimnya pembentukan organisasi. NU lahir berdasarkan petunjuk Allah SWT.
Walaupun NU selalu bergandengan tangan dengan Masyumi, tetapi soal pemberontakannya itu tetap tidak setuju. Bagi NU, Masyumi merupakan mitra penting dalam menghadapi PKI.
Kemudian di saat para ulama berkumpul di Jl. Bubutan Surabaya, 3 Januari 1926 M/ 16 Rajab 1344 H, adalah Kyai Mas Alwi yang kemudian mengusulkan nama Nahdlatul Ulama.
Asmah Sjachrunie merupakan perempuan kelahiran Rantau, Kalimantan Selatan, 28 Februari 1928. Jiwa kepemimpinannya memang telah terlihat sejak masih muda. Sehingga tak heran jika kelak beliau menjadi tokoh penting di NU dan Mulimat NU.