Selepas menunaikan shalat fardhu lima waktu, seorang Muslim dianjurkan meluangkan waktu sejenak untuk berdzikir. Amalan ini menjadi rutinitas (wirid) as-salafus shalih yang memiliki dasar kuat dari sunnah Nabi Muhammad SAW.
Ketika tiba waktu shalat, dan adzan telah berkumandang, sementara pada saat yang sama telah tersaji makanan yang siap untuk disantap, maka bagaimanakah sikap yang paling baik dan dianjurkan terlebih dahulu, makan atau shalat?
halat merupakan sarana paling utama bagi seorang hamba dalam berkomunikasi atau bermunajat dengan Allah SWT. Pada dasarnya, kapan pun dan di mana pun seseorang diperbolehkan melakukan shalat sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Sifat lupa yang merupakan fitrah manusia sebagai makhluk Allah SWT, meniscayakan fiqih dalam memberikan ruang istimewa bagi mereka yang benar-benar lupa.
Secara bahasa shalat berasal dari Bahasa Arab yang memiliki arti doa. Sedangkan, menurut istilah, shalat bermakna serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai dengan Takbiratul Ihram dan diakhiri dengan Salam.
Di dalam bulan Dzulhijjah terdapat Hari Raya Idul Adha. Hari Raya ini dilaksanakan pada tanggal 10 Duzlhijjah, setelah sebelumnya umat Islam disunnahkan untuk berpuasa pada tanggal 1 sampai tanggal 9 Dzulhijjah.
LADUNI.ID, Jakarta – Disadari atau tidak, Bulan Ramadhan telah menjadikan seorang muslim memiliki pribadi yang berkualitas yang berujung pada meningkatnya spirit pengabdian dan beribadah kepada Alloh SWT, mulai dari sholat, puasa, infaq, shodaqoh, membaca Al Qur’an dan lain lain.
Secara global syarat dan rukun shalat id tidak berbeda dari shalat lima waktu, termasuk soal hal-hal yang membatalkan. Tapi, ada beberapa aktivitas teknis yang agak berbeda dari shalat pada umumnya. Aktivitas teknis tersebut berstatus sunnah.
LADUNI.ID, Di sini disebutkan, bahwa yang merusak shalat Jum’at, ada yang yang disebut mufsidat musytarakah dan mufsidat khashshah. Mufsidat musytarakah adalah hal-hal yang membatalkan shalat secara umum juga membatalkan shalat Jum’at.
Mazhab Syafi‘i menyebut adanya kesunnahan shalat sunnah qabliyyah Jumat sebagai pengganti posisi shalat sunnah qabliyyah zuhur.