Sebagai tokoh kemanusiaan, KH. Abdurrahman Wahid atau yang kerap disapa Gus Dur itu tentunya memiliki pandangan tentang hak-hak perempuan dalam Islam. Gus Dur memandang bahwa hak asasi perempuan sudah terdapat dalam Al-Kulliyat Al-Khams (lima hak-hak dasar dalam Islam).
Syaikh Hisyam Kabbani, seorang ulama terkemuka, pernah menyatakan bahwa "umat Islam di seluruh dunia berutang budi kepada para ulama Nahdlatul Ulama (NU)."
Pembelajaran dari masa lalu yang diulas dalam artikel ini dapat menjadi bahan refleksi untuk menyusun strategi keberlanjutan NU sebagai organisasi yang mampu berkontribusi secara konstruktif dalam pembangunan bangsa tanpa kehilangan identitasnya.
Reputasi Nusantara sebagai penghasil rempah terbaik dunia mulai menyebar ke berbagai penjuru. Pada abad keenam, pedagang Bizantium diketahui membeli rempah dari Sri Lanka dan India. Jalur perdagangan ini kemungkinan juga mencakup rempah-rempah dari Nusantara, yang sampai di pelabuhan-pelabuhan Asia Selatan melalui jaringan perdagangan lokal.
Dengan kata lain, bahwa agama, semua agama, hakikatnya memang tidak dihadirkan untuk memusuhi orang, tidak untuk perang. Tetapi yang ada dan terjadi adalah orang menggunakan agama, atau mengatasnamakan agama dan atau moralitas.
Tubuh manusia di mana kepentingan ada merupakan tempat jiwa belajar dan sekaligus merupakan penghalang keselamatan (salvation). Kesehatan jasmani seseorang dan keselamatan dari tindakan destruktif itu saling terkait.
Kini, tulisan ini relevan mengingat polarisasi politik yang masih sering terjadi, termasuk di kalangan organisasi berbasis Islam seperti NU. Tantangan menjaga netralitas NU sebagai ormas keagamaan dan menghindari eksploitasi politik tetap aktual.
Sejarawan Singgih Tri Sulistiyono dari Universitas Diponegoro mengungkapkan bahwa ketika Firaun Ramses II wafat pada 12 Juli 1224 SM, lubang hidungnya diisi dengan biji lada. Tindakan ini kemungkinan besar berkaitan dengan tradisi pengawetan jenazah yang lazim dilakukan bagi para Firaun di Mesir Kuno.
Menyiasati atau lebih tepatnya beradaptasi dengan perkembangan zaman yang semakin bergerak cepat ini, kita, santri, dan tentunya para kyai harus tanggap dan cerdas dalam menelaah problem sosial, jeli melihat perkembangan informasi, dan arus perubahan zaman.
Seorang pemimpin harusnya mempunyai inner beauty (daya tarik) tersendiri yang bisa menarik perhatian dan mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya.