Hukum bersentuhan dengan istri setelah berwudhu. Apakah membatalkan wudhu?
Dalam fikih madzhab Syafi’i ditetapkan ada enam hal yang menjadi rukun wudhu. Sebagaimana disebutkan Syekh Salim bin Sumair Al-Hadhrami dalam kitabnya Safinatun Naja.
Secara umum, para ulama sepakat bahwa bersentuhan antara kulit laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa dan tanpa penghalang bukan mahram dapat membatalkan wudhu. Hal ini berdasarkan Al-Qur’an surat A-Maidah ayat 6.
Wudhu atau bersuci merupakan salah satu sahnya shalat baik itu shalat sunnah maupun shalat wajib. Wudhu hanya dapat menghilangkan hadas kecil sedangkan untuk hadas besar harus dengan mandi wajib
Wudhu adalah sarana bagi umat muslim untuk mensucikan tubuh dari hadas kecil dengan menggunakan air. Seorang muslim diwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan ibadah seperti shalat
Dalam kaidah fikih, bersentuhan kulit antara dua orang lawan jenis yang bukan mahram merupakan salah satu sebab batalnya wudhu. Jika hal ini terjadi, seseorang wajib mengulang wudhunya apabila hendak sholat
di antara adab seseorang yang berada di kamar mandi adalah tidak boleh berbicara, seperti berdzikir ataupun berbicara yang tidak baik. Berbicara seperti menelpon atau bercakap-cakap dengan orang yang ada di luar kamar mandi itu dilarang dalam syariat Islam.
Mandi bersama antara sepasang suami istri itu hukumnya boleh. Imam Nawawi, Imam Thohawi dan Imam Qurthubi menyatakan bahwa hukum ini telah disepakati oleh semua ulama' (ijma').
Mandi wajib atau mandi junub adalah kewajiban seorang muslim untuk membersihkan diri dari hadas besar. Mandi wajib merupakan ritual yang wajib dilakukan jika terjadi beberapa hal, di antaranya keluar air mani, bertemunya dua kemaluan walau tidak keluar air mani, dan berhentinya darah haid dan nifas.
Situasi atau kondisi seseorang diwajibkan untuk mandi junub adalah ketika keluarnya air mani dari organ intim laki-laki atau perempuan, baik secara sengaja atau tidak. Selain itu berjimak atau berhubungan badan meskipun tidak mengeluarkan mani.