Hukum Jual Beli Kulit yang Tidak Halal Dimakan seperti Ular dan Macan

 
Hukum Jual Beli Kulit yang Tidak Halal Dimakan seperti Ular dan Macan

Menjual Kulit Binatang yang Tidak Halal Dimakan

Pertanyaan :

Bagaimana hukumnya jual beli kulit binatang yang tidak halal dimakan seperti ular, macan dan sebagainya?

Apabila hukumnya haram, apakah ada jalan yang dapat membolehkannya?

Jawab :

Menjualbelikan kulit binatang yang tidak halal dimakan sebelum disamak itu hukumnya tidak sah, karena kulit tersebut masih najis kecuali dengan cara pemindahan tangan dari ketentuan (tidak dimaksudkan secara khusus).

Keterangan, dari kitab:

  1. Hasyiyah al-Syirwani wa al-‘Ubbadi[1] Hasyiyah al-Syirwani wa al-‘Ubbadi

وَنُقِلَ عَنِ الْعَلاَّمَةِ الرَّمْلِيِّ صِحَّةُ بَيْعِ دَارٍ مَبْنِيَّةٍ بِسِرْجِيْنَ فَقَطْ. وَعُلِمَ مِنْ ذَلِكَ صِحَّةُ بَيْعِ الْحَزَفِ الْمَخْلُوْطِ بِالرَّمَادِ النَّجْسِ كَاْلأَزْيَارِ وَالْقُلَلِ وَالْمَوَاجِيْرِ. وَظَاهِرُ ذَلِكَ أَنَّ النَّجْسَ مَبِيْعٌ تَبَعًا لِلطَّاهِرِ. وَالَّذِيْ حَقَّقَهُ ابْنُ قَاسِمٍ أَنَّ الْمَبِيْعَ هُوَ الطَّاهِرُ فَقَطْ. وَالنَّجَسُ مَأْخُوْذٌ بِحُكْمِ نَقْلِ الْيَدِ عَنِ اْلإِخْتِصَاصِ فَهُوَ غَيْرُ مَبِيْعٍ وَإِنْ قَابَلَهُ جُزْءٌ مِنَ الثَّمَنِ .

Dan dikutip dari al-‘Allamah al-Ramli tentang kebolehan menjual rumah yang hanya dibangun dengan kotoran hewan saja. Dari pernyataan beliau tersebut bisa dipahami bahwa menjual gerabah atau tembikar yang bahannya dicampur dengan abu najis, seperti bejana-bejana tempat air (gentong; Jawa), tempayan-tempayan dan alat-alat penuang air. Kejelasan diperbolehkan penjualan barang-barang tersebut adalah bahwa niscaya bahan najisnya itu merupakan mabi’ (barang yang dijual) karena mengikuti bahan yang suci. Dan berdasar pendalaman Ibn Qasim, niscaya mabi’nya hanyalah terbatas bahan sucinya saja. Sedangkan bahan najis diambil (pembeli) dengan hukum naql al-yad ‘an al-ikhtishash (memindah hak kuasa khusus atas penggunaan), maka bahan najisnya tidak berstatus sebagai mabi’, meskipun sebanding dengan sebagian harganya.

[1] Al-Syirwani wa Ibn Qasim al-‘Ubbadi, Hasyiyah al-Syirwani wa al-‘Ubbadi, (Beirut: Dari Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, t. th.), Juz IV, h. 236.

 

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 127

MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-7

Di Bandung Pada Tanggal 13 Rabiuts Tsani 1351 H. / 9 Agustus 1932 M.