Membangun Masjid dengan Menggunakan Uang dari Hasil Pasar Malam

 
Membangun Masjid dengan Menggunakan Uang dari Hasil Pasar Malam

Memperbaiki Mesjid dan Sesamanya dengan Uang yang Dipungut dari Pasar Malam

Pertanyaan :

Bagaimana hukumnya memperbaiki mesjid atau mendirikan madrasah, atau memelihara anak yatim piatu dengan uang yang dipungut dari pasar malam, atau pertandingan main bola dan lain-lain. Apakah itu boleh atau tidak?.

Jawab :

Kalau dalam pasar malam itu terdapat yang dilarang agama, maka haramlah uang itu, karena itu termasuk uang yang dipungut secara tidak benar, dan haram pulalah memperbaiki mesjid dan sesamanya dengan uang itu.

Keterangan, dari kitab:

  1. Al-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kabair [1]

لِأَنَّ اْلأَكْلَ بِالْبَاطِلِ يَشْمُلُ كُلَّ مَأْخُوْذٍ بِغَيْرِ حَقٍّ سَوَاءٌ كَانَ عَلَى جِهَّةِ الظُّلْمِ كَالْغَصَبِ وَالْخِيَانَةِ وَالسَّرِقَةِ وَالْهَزُوْءِ وَاللَّعْبِ كَالْمَأْخُوْذِ بِالْقِمَارِ وَالْمَلاَهِي وَسَيَأْتِي ذَلِكَ عَلَى جِهَّةِ الْمَكْرِ وَالْخَدِيْعَةِ كَالْمَأْخُوْذَةِ بِعَقْدٍ فَاسِدٍ.

Karena pengertian memakan dengan batil mencakup semua yang diambil tanpa hak, baik secara zhalim seperti pinjam tanpa izin pemiliknya, khianat, mencuri dan permainan seperti yang diperoleh dengan judi dan mainan. Dan hal tersebut akan dijelaskan dengan cara penipuan dan memperdaya seperti yang diperoleh dengan akad yang rusak.

  1. Ihya’ Ulum al-Din [2]

الْقِسْمُ اْلأَوَّلُ الْمَعَاصِي وَهِيَ لاَ تَتَغَيَّرُ عَنْ مَوْضِعِهَا بِالنِّيَّةِ إِلَى أَنْ قَالَ: وَيَبْنِى مَدْرَسَةً أَوْ مَسْجِدًا أَوْ رِبَاطًا بِمَالٍ حَرَامٍ قَصَدَ الْخَيْرَ فَهَذَا كُلُّهُ جَهْلٌ وَالنِّيَّةُ لاَ تُؤَثِّرُ فِيْ إِخْرَاجِهِ عَنْ كَوْنِهِ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا وَمَعْصِيَّةً.

Bagian yang pertama adalah maksiat, yaitu yang tidak bisa berubah posisinya oleh adanya niat ... Seseorang yang membangun sekolah, mesjid, atau pondok dengan uang haram dengan niat berbuat kebajikan, maka semuanya itu merupakan kebodohan. Niat itu tidak berpengaruh dalam mengeluarkannya dari perbuatan aniaya dan maksiat.

[1] Ibn Hajar al-Haitami, Al-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kabair, (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 1, h. 230.

[2] Hujjah al-Islam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1387 H/1968 M), Jilid IV, h. 458.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no.243 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-14 Di Magelang Pada Tanggal 14 Jumadil Ulaa 1358 H. / 1 Juli 1939 M.