Hukum Pemotongan Hewan dengan Mesin

 
Hukum Pemotongan Hewan dengan Mesin

Hukumnya Pemotongan Hewan dengan Mesin

Pertanyaan :

Bagaimana hukumnya pemotongan hewan dengan mesin?.

Jawab :

Hukumnya pemotongan hewan dengan mesin adalah halal, kalau mesin dan cara pemotongannya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Pemotongnya seorang muslim.
  2. Alat mesin yang dipergunakan untuk penyembelihan tersebut memenuhi syarat-syarat penyembelihan syar’i.

Keterangan, dari kitab:

  1. Fath al-Wahhab dan Al-Tajrid li Naf’al-‘Abid [1]

(وَشُرِطَ فِي الذَّبْحِ قَصْدٌ) أَيْ قَصْدُ الْعَيْنِ أَوْ الْجِنْسِ بِالْفَعْلِ

(قَوْلُهُ قَصْدُ الْعَيْنِ)

وَإِنْ أَخْطَأَ فِي ظَنِّهِ أَوِ الْجِنْسِ وَإِنْ أَخْطَأَ فِي الْإِصَابَةِ ح ل وَالْمُرَادُ بِقَصْدِ الْعَيْنِ أَوْ الْجِنْسِ بِالْفِعْلِ أَيْ قَصْدُ إيقَاعِ الْفِعْلِ عَلَى الْعَيْنِ أَوْ عَلَى وَاحِدٍ مِنْ الْجِنْسِ وَإِنْ لَمْ يَقْصِدْ الذَّبْحَ

Dan dalam penyembelihan disyaratkan ada kesengajaan mengarahkan tindakannya pada hewan tertentu atau jenisnya. (Ungkapan Syaikh Zakaria al-Anshari: “Kesengajaan mengarahkan tindakannya pada hewan tertentu.”) Meskipun prasangkanya salah, atau jenisnya meskipun salah sasaran. Begitu menurut al-Halabi. Dan maksud kesengajaan mengarahkan tindakannya pada hewan tertentu atau jenisnya adalah sengaja mengarahkan tindakannya pada hewan tertentu atau seekor hewan dari suatu jenis, meskipun tidak bermaksud menyembeli. 2. Fath al-Wahhab dan Futuhat al-Wahhab bi Taudhih Fath al-Wahhab [2]

(و) شُرِطَ (فِي الْآلَةِ كَوْنُهَا مُحَدَّدَةً) بِفَتْحِ الدَّالِ الْمُشَدَّدَةِ أَيْ ذَاتَ حَدٍّ (تَجْرَحُ كَحَدِيدٍ) أَيْ كَمُحَدَّدِ حَدِيدٍ (وَقَصَبٍ وَحَجَرٍ) وَرَصَاصٍ وَذَهَبٍ وَفِضَّةٍ (إلَّا عَظْمًا) كَسِنٍّ وَظُفُرٍ لِخَبَرِ الشَّيْخَيْنِ مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ وَأُلْحِقَ بِهِمَا بَاقِي الْعِظَامِ

(قَوْلُهُ إلَّا عَظْمًا إلَخْ) أَفَادَ أَنَّهُ يَكْتَفِي بِغَيْرِ مَا ذُكِرَ وَلَوْ شَعْرًا إذَا كَانَ لَا عَلَى وَجْهِ الْأَحْنَافِ[3]

... يُعْلَمُ مِنْ قَوْلِهِ الْآتِي أَوْ كَوْنِهَا جَارِحَةَ سِبَاعٍ أَوْ طَيْرٍ إلَخْ حَيْثُ أَطْلَقَ فِيهِ وَلَمْ يَشْتَرِطْ أَنْ تَقْتُلَهُ بِوَجْهٍ مَخْصُوصٍ فَيُسْتَفَادُ مِنْ الْإِطْلَاقِ أَنَّهُ يَحِلُّ مَقْتُولُهَا بِسَائِرِ أَنْوَاعِ الْقَتْلِ

Disyaratkan pada alat pemotongannya harus dalam keadaan tajam sehingga dapat melukai, seperti senjata tajam dari besi, bambu, batu, emas dan perak, kecuali dari gigi dan kuku, berdasarkan hadits riwayat Bukhari Muslim: “Apapun yang bisa mengalirkan darah (binatang sembelihan) yang bukan terbuat dari gigi dan kuku, serta disebutkan (ketika disembelih) nama Allah Swt. maka makanlah.” Dan hukumnya disamakan dengan gigi dan kuku, semua jenis tulang.

(Ungkapan Syaikh Zakaria al-Anshari: “Kecuali tulang …”) memberi pengertian bahwa penyembelihan cukup pula dilakukan dengan selain alat yang telah disebutkan, meski berupa rambut selama tidak dengan cara mencekik … Dari pernyataannya nanti, yaitu: “Atau alat penyembelih itu berupa binatang atau burung pemburu …” di mana Syaikh Zakaria memutlakkannya dan tidak menyaratkan binatang atau burung pemburu itu membunuh buruannya dengan cara tertentu. Maka dari kemutlakan tersebut bisa diketahui bahwa buruan yang dibunuh binatang atau hewan pemburu itu halal, dengan berbagai cara pembunuhan.

[1] Zakaria al-Anshari dan Sulaiman bin Manshur al-Jamal, Fath al-Wahhab dan Futuhat al-Wahhab bi Taudhih Fath al-Wahhab, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1345 H), Jilid VI, h. 286.

[2] Zakaria al-Anshari dan Sulaiman al-Bujairami, Fath al-Wahhab dan al-Tajrid li Naf’ al-Abid, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1345 H), Jilid VI, h. 286.

[3 Mungkin yang dimaksud adalah kata الْخَنَقِ (pencekikan). Pen.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 341 KEPUTUSAN MUNAS ALIM ULAMA Di Kaliurang Yogyakarta Pada Tanggal 30 Syawal 1401 H. / 30 Agustus 1981 M.