Makruh Mengantar Jenazah Bagi Wanita

  1. Hadis:

    اِرْجِعْنَ مَأْزُورَاتٍ غَيْرَ مَأْجُوْرَاتٍ

    Artinya:
    "Pulanglah hai wanita-wanita (berdosa) kalian tidak diberi pahala.’’

    Asbabul Wurud:
    Diriwayatkan oleh Ibnu Majah Dari Ali, bahwa Beliau telah berkata: "Rasulullah SAW telah keluar, tiba-tiba Beliau melihat kaum wanita sedang duduk berkerumun. Rasulullah SAW bertanya: "Kenapa kalian duduk berkerumun?." Jawab mereka: "Kami menunggu jenazah." Bertanya Rasulullah SAW: "Apakah kalian memandikan?." Jawab mereka: ’tidak." Tanya Rasulullah SAW: "Apakah kalian memikulnya?." Jawab mereka: ’tidak." Tanya Rasulullah SAW selanjutnya: "Apakah kalian bertugas memberi petunjuk?." Jawab mereka: ’tidak." Sabda Rasulullah SAW: "Pulanglah hai wanita-wanita …, dan seterusnya."

    Periwayat:
    Ibnu Majah Dari Ali Amirul Mu’minin, oleh Abu Ya’la Dari Anas bin Malik, oleh Al-Khathib Dari Abu Hurairah. As-Suyuthi menshahihkan Hadis ini. At-Turmidzi menilai bahwa Hadis yang Diriwayatkan oleh Ibnu Majah sanadnya dha’if. Namun menurut Al ’Alqami thuruq Hadisnya banyak bahkan sebagian ada yang Hassan. Maka Hadis ini dapat mencapai derajat shahih.


    Hadis ini menganjurkan agar wanita-wanita yang berkerumun menunggu jenazah sebab perbuatannya tidak akan mendatangkan pahala. ”Ma’zuraat” maknanya ”atsimaat” artinya orang yang berdosa (wizrun) lawannya ”ajrun” (pahala).

    dalam Hadis ini wanita dilarang mengikuti jenazah tetapi alasan yang paling kuat apa yang dinyatakan As Syafi’i bahwa hukumnya makruh dalam rangka kehati-hatian agar tidak terjerumus kepada yang diharamkan. Ummu ’Athiyah berkata: "Kami telah dilarang Rasulullah SAW­ullah mengantar jenazah dan Beliau melarang kami dengan larangan­nya yang tidak keras” . (Muttafaq 'Alaih). Jumhur Ulama Hadis dan Ulama Ushul berpendapat bahwa qaul shahabat "nuhiinaa "atau umimaa” dengan tidak menyebutkan pelaku (faa'il)nya hukumnya marfu’ berarti yang memerintah dan yang melarang adalah Nabi Muhamad SAW.

    Al-Bukhari meriwayatkan dalam bab-haid Dari Ummu ’Athi­yah: ”Nahaa naa Rasulullah SAW” (Rasulullah SAW telah melarang kami) adalah mursal karena. Ummu ’Athiyah sebenarnya tidak mendengar langsung Dari Rasulullah SAW dan perkataannya ”Beliau tidak melarang kami secara keras”, jelas menunjukkan bahwa larangan itu bukan untuk haram tetapi hanya makruh. Demikian menurut Jumhur dan para ahli ilmu. Apa yang Diriwayatkan Ibnu Syaibah dan Abu Hurairah menunjukkan yang berlaku atas jenazah. Kata Rasulullah SAW: "Tinggal­kan Dia hai Umar. An Nsai dan Ibnu Majah Dari jalur yang lain yang para periwayatnya tsiqat .