Bersiaplah Menjadi Fakir

  1. Hadis:

    إِنْ كُنْتَ تُحِبُّنِي فَأَعِدَّ لِلْفَقْرِ تِجْفَافًا فَإِنَّ الْفَقْرَ أَسْرَعُ إِلَى مَنْ يُحِبُّنِي مِنَ السَّيْلِ إِلَى مُنْتَهَاهُ

    Artinya:
    Jika engkau mencintaiku bersiaplah menjadi fakir, dalam keadaan (bersiap memakai) pakaian kuda perang, karena kefakiran itu lebih mempercepat kepada mencintaiku Daripada air bah yang mengalir ke tempat akhir tujuannya.

    Asbabul Wurud:
    dalam Sunan Turmudzi diceritakan oleh Abdullah ibnu Mughaffal: "Seorang laki-laki mengatakan kepada Rasulullah SAW: "Wahai Rasulullah SAW­ullah, demi Allah, aku sangat mencintaimu."Nabi menjawab: "Pikirkanlah apa yang kamu ucapkan itu!"Laki-laki itu mengulanginya lagi: "Demi Allah, aku sangat mencintaimu!"sampai tiga kali. Maka Nabi menjelaskan: "Jika engkau mencintaiku bersiaplah …, "dan seterusnya. Hadis ini juga Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

    Periwayat:
    Imam Ahmad dan Turmudzi Dari Abdullah ibnu Mughaffal R.A


    "At-Tijfaf"adalah pakaian perang untuk kuda yang dipakai manusia. Kata itu dalam bentuk pinjaman (isti'arah), sebab makna yang dikehen­daki adalah "kesabaran"dalam menghadapi berbagai kesulitan. Jadi artinya, ikutlah bersama orang yang mencintaiku yang tidak terpedaya dengan dunia dengan kesenangannnya, menghampiri akhirat serta ber- infag untuk perseDia an hidup di akhirat. "Kefakiran"itu lebih memper­cepat menanam rasa cinta kepada Rasulullah SAW dibanding air bah yang berusaha mencapai tujuannya, karena berkorban dengan diri dan hartanya, meyakini akhirat yang Dia rasakan lebih baik Dari dunia. Sebab di sana Dia akan memperoleh kenikmatan abadi. Maka tidak mengapa baginya, bila untuk akhirat itu Dia mengorbankan kepentingin dirinya meskipun hal itu membawa kepada kefakiran.

    Bila Dia tetap kaya di dunia ini (meskipun Dia telah berkorban dengan hartanya), maka berarti Dia memperoleh kekayaan dunia dan akhirat. Memang banyak di kalangan sahabat yang mencintai Rasulullah SAW orang kaya, memiliki istana dan harta tetap lainnya (tanah dan se- bagainya), seperti Abdurrahman bin Auf dan Usman bin Affan yang banyak memiliki harta dan gemar berbuat kebajikan. Maka tidaklah diwajibkan zakat itu kecuali kepada para hartawan Muslimin yang dengan zakat itu mereka membersihkan jiwanya. Maka diberi mereka ganjaran yang besar. Mereka infaqkan hartanya itu menjun­jung tinggi agama Allah.