Etika Duduk di Pinggir Jalan

  1. Hadis:

    إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ فَإِنْ أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيْقَ حَقَّهَا غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ

    Artinya:
    HinDarilah duduk-duduk di pinggir jalan. Jika kalian enggan dan masing-masing ingin (membuat) majlis di sana, maka Berikanlah hak jalan itu (yaitu): memelihara (menundukkan) pandangan mata, me­nahan diri Dari menyakiti (orang lewat), menjawab salam, menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran.

    Asbabul Wurud:

    Periwayat:
    Bukhari dan Muslim dan Abu Daud Dari Abu Said al-Khudri. Kata ad-Dailami Hadis mengenai ini ada pula yang Diriwayatkan Dari Abu Hurairah.


    Hadis di atas mengingatkan orang untuk berusaha menghinDari kebi­asaan duduk-duduk di pinggir jalan yang dilewati orang, karena perbua­tan itu dianggap sebagai gangguan bagi orang lain. Jika sulit dihinDari, maka haruslah memberikan hak jalan itu, yaitu etika yang tinggi yang merupakan bagian Dari etika Islam yang bermaksud untuk memba­hagiakan manusia. Etika yang dimaksud adalah menutup pandangan mata Dari melihat yang diharamkan Allah (pandangan birahi yang menggelorakan hawa nafsu), menahan lisan Dari menyakiti orang atau tangan, mencela atau mencaci maki orang yang lewat, serta sopan santun dengan orang yang lewat; menjawab salam yang menunjukkan mereka yang lewat di situ aman dan tenang dan sekaligus sebagai tanda izin lewat; menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah perbuatan munkar Dari setiap yang dilarang syari'at agama.