Asbabun Nuzul Surat Al Baqarah Ayat 229 - Maksimal Tiga Kali Suami Menalak Istri

Pada masa permulaan Islam, seorang suami tetap berhak merujuk istrinya meski ia telah menalaknya seribu kali, selama masih dalam masa idah. Kini hak suami untuk menalak istrinya dibatas hanya tiga kali.

  1. عَنْ عُرْوَةَ قَالَ: كَانَ الرَّجُلُ إِذَا طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثُمَّ ارْتَجَعَهَا قَبْلَ أَنْ تَنْقَضِيَ عِدَّتُهَا كَانَ ذَلِكَ لَهُ وَإِنْ طَلَّقَهَا أَلْفَ مَرَّةٍ فَعَمَدَ رَجُلٌ إِلَى امْرَأَتِهِ فَطَلَّقَهَا حَتَّى إِذَا شَارَفَتِ انْقِضَاءَ عِدَّتِهَا رَاجَعَهَا ثُمَّ طَلَّقَهَا ثُمَّ قَالَ لاَ وَاللَّهِ لاَ آوِيكِ إِلَىَّ وَلاَ تَحِلِّينَ أَبَدًا ‏.‏ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى (‏الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ‏)‏ فَاسْتَقْبَلَ النَّاسُ الطَّلاَقَ جَدِيدًا مِنْ يَوْمِئِذٍ مَنْ كَانَ طَلَّقَ مِنْهُمْ أَوْ لَمْ يُطَلِّقْ‏. (1)

    ‘Urwah berkata, “Dahulu seorang suami yang menceraikan istrinya masih berhak merujuknya selama masa idahnya belum habis, bahkan meski ia telah menceraikannya sebanyak seribu kali. Suatu ketika seorang pria sengaja menceraikan istrinya dan membiarkannya memasuki masa idah. Begitu masa idahnya hampir selesai, pria itu merujuk kembali istrinya, kemudian ia kembali menceraikannya. Pria itu berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan menggaulimu. Engkau pun tidak akan kubiarkan menjadi halal (yakni diperistri) bagi pria lain.’ Allah taba>raka wata‘a>la> lalu menurunkan firman-Nya, at}-t}ala>qu marrata>ni fa imsa>kun bima‘ru>fin au tasri>h}un bi ih}sa>n. Sejak turunnya ayat ini orang-orang menghitung talak dari awal kembali, baik yang sudah pernah menalak maupun yang belum.”


    Sumber artikel:
    Buku Asbabul Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur'an
    Buku disusun oleh Muchlis M. Hanafi (ed.)
    Buku diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2017


    (1) Sahih mursal; diriwayatkan oleh Ma>lik. Lihat: Ma>lik bin Anas, al-Muwat}t}a’, (Beirut: Da>r al-Garb al-Isla>miy, 1997), dalam Kita>b at}-t}ala>q, Ba>b Ja>mi‘ at}-t}ala>q, juz 1, hlm. 103, hadis nomor 1721. Hadis serupa dengan sanad mursal juga diriwayatkan oleh al-Baihaqiy, as-Sunan al-Kubra>, dalam Kita>b al-‘Idad, Ba>b Iddah al-Mut}allaqah Yamlik Zaujuha> Raj‘ataha>, juz 7, hlm. 730, hadis nomor 15560. Adapun hadis serupa dengan sanad marfu>' diriwayatkan misalnya oleh at-Tirmiz\iy, Sunan at-Tirmiz\iy, dalam Kita>b at}-T{ala>q wa al-Li‘a>n, Ba>b fi> ‘Iddah al-Mut}allaqa>t, hlm. 283–284, hadis nomor 1192, melalui jalur Ya‘la> bin Syabi>b. At-Tirmiz\iy mengisyaratkan bahwa hadis ini mempunyai kelemahan. Pada catatan kakinya terhadap al-Muwat}t}a’, Basyyar ‘Awa>d Ma‘ru>f menjelaskan bahwa hadis ini mursal, namun lebih s}ah}i>h} dibanding riwayat lain dari jalur Ya‘la> bin Syabi>b. Hal senada dikemukakan oleh ‘Is}a>m bin ‘Abdul Muh}sin al-H{umaidan. Menurutnya, hadis ini mursal s}ah}i>h} al-isna>d, sedangkan hadis lain yang melalui jalur Ya‘la> bin Syabi>b lemah karena keberadaan Ya‘la> bin Syabi>b itu sendiri. Sementara itu, Kha>lid bin Sulaima>n al-Mazi>niy menyatakan bahwa meski sanad hadis ini mursal kepada ‘Urwah, namun para mufasir sepakat menerima riwayat ini sebagai sebab nuzul ayat di atas. Lihat: ‘Is}a>m bin ‘Abdul Muh}sin, as}-S{ah}i>h}} min Asba>b an-Nuzu>l, hlm. 70; Kha>lid bin Sulaima>n al-Mazi>niy, al-Muh}arrar fi> Asba>b Nuzu>l al-Qur’a>n, (Riyad: Da>r Ibni al-Jauziy, cet. 2, 1429 H), juz 1, hlm. 280.