Asbabun Nuzul Surat Al-Ahzab Ayat 53 - Imam as Suyuthi : Tidak Boleh Memasuki Rumah Nabi Tanpa Izin Darinya, Juga Telah Berlama-Lama, Tetapi Secukupnya Saja

  1. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu- nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar, apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir, cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
    Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan, dari Anas bahwa ketika Nabi menikah dengan Zainab binti Jahsy, beliau mengundang para sahabatnya makan-makan (walimah). Setelah selesai makan, para sahabat itu berbincang-bincang, sehingga Rasulullah memberi isyarat dengan seolah- olah akan berdiri, tetapi mereka tidak juga berdiri. Terpaksalah Rasulullah berdiri meninggalkan mereka, diikuti oleh sebagian yang hadir, tetapi tiga orang lainnya masih terus bercakap-cakap. Setelah semuanya pulang, Anas memberitahukan Rasulullah Rasulullah pulang ke rumah Zainab, dan ia mengikutinya masuk. Kemudian Rasulullah memasang hijab/penutup. Dan Allah menurunkan ayat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi. ” Hingga ayat “Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (1)
    Diriwayatkan oleh At-Tarmidzi, yang menganggap hadits ini hasan, dari Anas bahwa ia berkata, “Aku pernah berkumpul bersama Rasulullah pada waktu itu Rasulullah masuk ke kamar pengantin wanita (yang baru dinikahinya). Tetapi di dalam kamar itu banyak orang, sehingga beliau keluar lagi. Setelah orang-orang tersebut pulang, barulah beliau masuk kembali. Kemudian beliau membuat hijab (penghalang) antara Rasulullah (serta istrinya) dengan Anas. Kejadian ini diterangkan oleh Anas kepada Abu Thalhah. Abu Thalhah berkata, “Jika betul apa yang engkau katakan, tentu akan turun ayat tentang ini.” Berkenaan dengan peristiwa ini, turunlah ayat tentang hijab. (Al- Ahzab: 53). (2)
    Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dengan sanad yang shahih, dari Aisyah, ia berkata, bahwa ketika aku sedang makan beserta Rasulullah & masuklah ‘Umar. Rasulullah mengajaknya makan bersama. Ketika itu bersentuhlah jari Aisyah dengan Umar, sehingga Umar berkata, “Aduhai sekiranya usul aku diterima (untuk memasang hijab), tentu tak seorang pun dapat melihat istri engkau.” Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayat hijab (Al-Ahzab: 53).
    Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih, dari Ibnu Abbas bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan duduk berlama-lama di tempat itu. Nabi keluar rumah sampai tiga kali agar orang itu mengikutinya keluar, akan tetapi ia tetap tidak keluar. Ketika itu masuklah Umar dengan memperlihatkan kebencian pada mukanya. Ia berkata pada orang tersebut, “Mungkin engkau telah mengganggu Rasulullah!” Bersabdalah Nabi, “Aku telah berdiri tiga kali agar orang itu mengikuti aku, akan tetapi ia tidak juga melakukannya." Umar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana sekiranya engkau membuat hijab, karena istri-istrimu tidaklah sama dengan dengan perempuan-perempuan yang lain. Hal ini akan lebih menentramkan dan menyucikan hati mereka.” Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayat hijab (Al-Ahzab: 53).
    Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar, peristiwa-peristiwa tersebut dapat digabungkan menjadi sebab turunnya ayat di atas (Al-Ahzab: 53), yang semuanya terjadi sebelum kisah Zainab. Oleh karena peristiwa-peristiwa itu tidak lama sebelum kisah Zainab terjadi. Namun tidak ada halangan menyatakan bahwa turunnya ayat tersebut karena berbagai sebab. (3)
    Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, dari Muhammad bin Ka’ab, ia mengatakan, bahwa Rasulullah & bangkit menuju rumahnya, orang-orang berebut duduk di rumah Rasulullah, tetapi pada wajah beliau tidak tampak adanya perubahan. Oleh karena itu Rasulullah tidak sempat makan karena banyaknya orang. Maka Allah menurunkan ayat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi...” (4)
    Adapun firman Allah, “Wa ma kana lakum" (dan tidak boleh kamu)
    Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari Ibnu Zaid, ia mengatakan, bahwa Rasulullah & mendengar ucapan orang yang berkata, “Jika Nabi wafat, aku akan menikah dengan fulanah (bekas istri Rasul).” Maka turunlah akhir ayat, “Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah.” ini (Al-Ahzab: 53).
    Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, bahwa ayat ini (Al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan seseorang yang bermaksud mengawini salah seorang bekas istri Rasulullah sesudah beliau wafat. Menurut Sufyan, istri Rasul yang dimaksud adalah Aisyah.
    Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari As-Suddi, ia mengatakan, bahwa Thalhah bin Ubaidillah berkata: “Mengapa Muhammad membuat hijab antara kita dengan putri-putri paman kita, padahal beliau sendiri mengawini istri-istri yang seketurunan dengan kita. Sekiranya terjadi sesuatu, aku akan mengawini bekas istri beliau.” Maka turunlah akhir ayat ini (Al-Ahzab: 53) yang melarang perbuatan tersebut. (5)
    Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, dari Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm bahwa ayat ini (Al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan ucapan Thalhah bin Ubaidillah yang berkata, “Sekiranya Rasulullah wafat, aku akan mengawini Aisyah.” (6)
    Diriwayatkan oleh Juwaibir, dari Ibnu Abbas, bahwasanya seorang laki-laki datang kepada seorang istri Rasululah dan bercakap-cakap dengannya. Laki-laki itu adalah anak paman istri Rasulullah. Rasulullah & berkata, “Janganlah kamu berbuat seperti itu lagi." Orang tersebut berkata, “Wahai Rasulullah, ia adalah putri pamanku. Demi Allah, aku tidak berkata yang mungkar dan ia pun tidak berkata yang mungkar.” Rasulullah & bersabda, “Aku tahu hal itu, sesungguhnya tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah, dan tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada aku.” Dengan rasa dongkol orang tersebut pun pergi dan berkata, “Ia menghalangi aku bercakap-cakap dengan anak pamanku. Sungguh aku akan kawin dengannya setelah beliau wafat.” Maka turunlah ayat ini (Al-Ahzab: 53) yang melarang perbuatan tersebut.
    Berkatalah Ibnu Abbas, “Orang itu memerdekakan hamba dan menyumbangkan sepuluh unta untuk digunakan fisabilillah dan naik haji sambil berjalan kaki, dengan maksud taubat atas perkataannya tersebut.” (7)

    Sumber artikel:
    Buku Asbabul Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur'an
    Buku disusun oleh Muchlis M. Hanafi (ed.)
    Buku diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2017


    1. Shahih: Muttafaq Alaih, Al-Bukhari (4791) dalam Bab At-Tafsir, Muslim (1428) dalam Bab An- Nikah.lihat hadits Umar dalam riwayat Al-Bukhari (1/259), dan Muslim (14/152).
    2. Hasan: At-Tirmidzi (3217) dalam Bab At-Tafsir, lihat dua riwayat dalam Ibnu Katsir (4/277).
    3. Fath Al-Bari (8/531)
    4. Ath-Thabaqat Ibnu Sa’ad (8/174) dan Dur Al-Mantsur (5/232)
    Disebutkan oleh Al-Qurthub
    5. Lihat Ibnu Sa’id (8/201) dan Dur Al-Mantsur (5/232). Dan Imam Al-Wahidi, hlm. 304, dan Ibnu Katsir (4/280)
    6. Lihat sebelumnya.
    7. Disebutkan oleh Al-Qurthubi (8/5497) dalam Bab At-Tafsir