Launching Buku “Nasionalisme Kaum Sarungan”

 
Launching Buku “Nasionalisme Kaum Sarungan”

JAKARTA  - Fakta sejarah berbicara bahwa peran santri cukup besar dalam perjuangan kemerdekaan. Bukti konkretnya salah satunya bisa dirujuk dalam opus As’ad Sihab berjudul “Allamah Muhammad Hasyim Asy’ari Wadhiu Labinati Istiqlalai Indonesia”. Demikian pengantar penulis buku “Nasionalisme Kaum Sarungan” Sekjen PBNU H. A Helmy Faishal Zaini saat peluncurannya di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (19/7)

Hadir dalam peluncuran buku sebagai narasumber Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, Redaktur Pelaksana Kompas Muhammad Bakir dan Guru Besar Universitas Nasional Australia (ANU) Greg Fealy serta dimoderatori Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Masduki Baidlowi.

Dikatakan Sekjen, dalam buku biografis tersebut, jurnalis produktif itu memaparkan fakta bahwa sesungguhnya peletak dasar kemerdekaan bagi Indonesia adalah KH Hasyim Asy’ari. Semangat, strategi, dan motivasinya dalam usaha-usaha memerdekakan bangsa ini dari penjajah terbukti membangkitkan ”ruhul jihad”, terutama bagi kalangan pesantren kala itu.

Dalam pandangan Gus Mus, santri adalah siapa pun yang berakhlak, yang tawaduk kepada Allah, tawaduk kepada orang alim, dan melihat Tanah Air Indonesia ini sebagai rumah. Ada dua titik poin penting dalam tawaran definisi tersebut. Pertama, santri memiliki perilaku dan akhlak ritual serta sosial yang baik. Dalam bahasa yang lebih mudah, santri memiliki apa yang disebut sebagai kesalehan ritual dan kesalehan sosial. “Dua istilah ini tidak bisa dinegasikan satu dengan yang lainnya. Keduanya harus berjalan seiring seirama,” ujarnya

Kedua, santri adalah mereka yang melihat Tanah Air Indonesia sebagai rumah. Dalam bahasa yang ringkas, santri adalah mereka yang memiliki jiwa dan semangat nasionalisme. Santri adalah mereka yang memandang Tanah Air ini sebagai barangkali meminjam istilah D Zawawi Imron “sajadah”.

Maka, jelas pada fase ini kata Sekjen, bahwa konsep santri tidaklah sekaku dan sesaklek konsep yang selama ini kita bayangkan: bersarung, pernah mukim di pesantren, berpeci, mengkaji ilmu agama, dan sebagainya. Santri bukan pula sebagaimana yang dikonsepsikan dan ditrikotomisasikan oleh Clifford Geertz. “Santri adalah mereka yang berakhlak, saleh ritual sosial, dan mencintai Tanah Air,” tegasnya

Sebelumnya menurut Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj bahwa sarungan adalah simbol orang cerdas dan berakhlak. Pernyataan Kiai Said demikian didasari atas sikap orang bersarung yang menjunjung tawasuth (moderat). “Orang kalau cerdas akan bersikap moderat. Bisa bersikap moderat karena cerdas,” ujarnya

Sedangkan akhlak yang dimaksud oleh kiai asal Cirebon itu muncul dari sikap orang sarungan yang mengedepankan tasamuh (toleran). “Kalau tasamuh, pasti berakhlak mulia,” katanya.

Oleh karena itu, sebelum mengakhiri sambutannya, ia kembali menegaskan pernyataan awalnya. “Kesimpulannya, orang sarungan orang yang cerdas dan berakhlak mulia,” pungkasnya. (hud)

 

 

 

 

Tags