Politik: Antara Moral dan Kekuasaan

 
Politik: Antara Moral dan Kekuasaan
Sumber Gambar: thestreet.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Menurut Niccolo Machiavelli dalam bukunya II Principe, politik dan moral adalah dua bidang yang tidak memiliki hubungan sama sekali, dan yang diperhitungkan hanyalah kesuksesan, sehingga tidak ada perhatian pada moral di dalam urusan politik. Baginya hanya satu kaidah etika politik, yang baik adalah apa saja yang memperkuat kekuasaan raja.

Jika pun kekuasaan kuat ditopang dengan semua elemen rakyat, tentunya kawan dan lawan termasuk dalam posisi elemen tersebut. Hal yang wajar demi kuatnya posisi kekuasaan, rasa hati dan pandangan moral terkesampingkan, sebelum kekuasaan benar-benar sudah kuat.

Namun, perlu dicatat, bahwa negera demokrasi jauh lebih menghargai keutamaan moralitas dibanding dengan absolutisme monarki, atau proletarianisme absolut. Tapi untuk standar baku di negeri kita, demokrasi berkeadilan yang menjunjung moralitas mestinya jadi pijakan, apapun itu isme-isme yang jadi pilihan.

Maurice Duverger (1917-2014), seorang sosiolog politik dari Prancis menyinggung soal di atas, relasi kuasa dan elemen pendukung, bahwa setiap tegaknya kekuasaan ada kelompok penekan. Mereka merupakan sekelompok manusia yang berbentuk lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas atau kegiatannya yang memberikan tekanan kepada pihak penguasa (pemerintah), agar keinginannya dapat diakomodasi oleh pemegang kekuasaan.

Gagasan itu jika dilihat definis aslinya adalah, association of individual or organisations that on the basis of one or more shared concerns, attempt to influence public policy in its favour usually by lobbying members of the government

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN