Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 189 - Imam as Suyuthi : Ketika Orang-Orang Bertanya Fungsi Diciptakannya Bulan

  1. “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
    Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari jalur Al-Aufi dari Ibnu Abbas berkata, “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang bulan sabit, maka turunlah ayat ini.”
    Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Abui Aliyah berkata,
    “Telah sampai kepada kami bahwasanya mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah tujuan diciptakannya bulan sabit?” maka Allah menurunkan ayat-Nya, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.”
    Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh Dimasytj dari jalur As-Suddi kecil dari Al-Kalbi, dari Abi Shalih, dari Ibnu Abbas bahwasanya Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah bin Anamah berkata, “Wahai Rasulullah! Apa gunanya bulan sabit mulai timbul diawali dengan titik putih sehalus benang kemudian bertambah besar hingga berbentuk bulat kemudian kembali berkurang dan akhirnya kembali seperti semula, tidak tetap bentuknya?” Maka turunlah ayat, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit”. (1) Firman Allah, “Wa laysal birru” (“dan bukanlah kebajikan”)
    Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Al-Bara’ bahwasanya ia berkata, “Bahwa mereka (orang-orang jahiliah) jika telah selesai melakukan ihram di baitullah, mereka mendatangi rumah dari belakangnya, maka Allah menurunkan firman-Nya, “Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya.”
    Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Al-Hakim, dan ia menshahihkannya dari Jabir 4® bahwasanya ia berkata, “Bahwa orang- orang Quraisy yang disebut Al-Hums. Mereka dahulu masuk dari pintu- pintu ketika melaksanakan ihram. Adapun kaum Anshar dan orang-orang Arab lainnya tidak masuk melalui pintu ketika melaksanakan ihram. Pada suatu hari ketika Rasulullah berada di halaman Baitullah kemudian ia keluar dari pintunya dan keluar bersamanya Qutbah bin Amir Al-Anshari, maka mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Qutbah bin Amir adalah orang jahat dan ia keluar dari pintu di mana engkau keluar,” maka Rasulullah berkata kepadanya, “Apa yang mendorongmu untuk berbuat seperti itu?” ia berkata, “Aku melihatmu melakukannya maka aku melakukan apa yang engkau lakukan”, Rasulullah berkata, “Sesungguhnya saya dari Hums”, kemudian ia berkata kepada Rasulullah, “Sesungguhnya agamaku adalah agamamu,” maka Allah menurunkan ayat-Nya, “Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya." (2) Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas H dan seperti itu juga Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi dalan Musnad- nya dari Al-Bara’ berkata, “Bahwasanya orang-orang anshar jika datang dari perjalanan jauh, seseorang tidak masuk dari depan rumahnya, maka turunlah ayat ini.”
    Diriwayatkan oleh Abd bin Humaid dari Qais bin Jubair An-Nahsyali berkata, “Bahwasanya orang-orang dahulu jika telah melaksanakan ihram, mereka tidak mendatangi rumah dari depan pintunya kecuali yang berasal dari Hums. Pada suatu hari Rasulullah S masuk dan keluar dari halaman Baitullah melalui pintu Baitullah, kemudian seseorang yang bernama Rifa’ah bin Tabut mengikutinya tetapi ia bukanlah dari Hums, maka mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Rifa’ah melanggar”, kemudian Rasulullah & berkata kepadanya, “Apa yang mendorongmu untuk berbuat seperti itu!” ia berkata, “Aku hanya mengikutimu,” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku termasuk dari Hums”, Rifa’ah berkata, “Sesungguhnya agama kita sama.” Maka turunlah ayat ini, “Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya" (3)

    Sumber artikel:
    Buku Asbabul Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur'an
    Buku disusun oleh Muchlis M. Hanafi (ed.)
    Buku diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2017


    (1) Disebutkan oleh Ibnu Katsir (1/309) dan disebutkan oleh Al-Qurthubi (1/825) dan ia menyandarkannya kepada Qatadah dan Rabi’ dari Ibnu Abbas , akan tetapi isnad-nya sangat dha’if.
    (2) Shahih: Al-Bukhari (1803), Muslim (3026), dan disebutkan oleh Ibnu Katsir (1/310).
    (3) Hasan: Al-Hakim (1/483) dan ia menshahihkannya, dan Ibnu Hajar menyebutkannya dalam kitabnya Al-Fath (3/727) dan berkata, “penyandaran (isnad) ini walaupun dalam termasuk dalam syarat Muslim, akan tetapi para ulama berbeda pandangan dalam hal apakah hadits ini maushul.”