Asbabun Nuzul Surat An-Nisa' Ayat 24 - Imam as Suyuthi : Larangan Mengawini Tawanan Perang Wanita Yang Masih Bersuami

  1. “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menetukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
    Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i dari Abi Sa’id Al-Khudri berkata, “Kami mendapatkan tawanan wanita dari Authas dan mereka memiliki suami, maka kami merasa enggan untuk menggauli mereka, lalu kami datang kepada Nabi & untuk menanyakan perihal tersebut, maka turunlah firman Allah, “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu”, maksudnya yaitu: “wanita yang kalian peroleh dari peperangan”, oleh karena itu mereka menjadi halal untuk kami gauli”. (1) Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dari Ibnu Abbas , bahwasanya ia berkata, “ayat ini turun pada hari Allah menaklukkan Khaibar untuk orang- orang mukmin. Ketika itu orang-orang mukmin mendapatkan tawanan wanita Nashrani yang mempunyai suami. Ketika setiap orang ingin menggauli wanita tawanannya, wanita tersebut berkata: “sesungguhnya saya memiliki suami”, maka kemudian mereka menanyakan perihal tersebut kepada Rasulullah, maka turunlah firman Allah, “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak'budak yang kamu miliki.. .” (2) Firman Allah, “Wa la Junaha” (dan tiadalah mengapa bagi kamu.)
    Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Umar bin Sulaiman dari Ayahnya, bahwasanya ia berkata “Seorang Hadrami mengatakan bahwa laki-laki dahulu menetapkan atas dirinya untuk membayar mahar dalam jumlah tertentu, dan terkadang ada dari mereka yang kesusahan untuk membayar maharnya, maka turunlah firman Allah, “Dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. (3)

    Sumber artikel:
    Buku Asbabul Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur'an
    Buku disusun oleh Muchlis M. Hanafi (ed.)
    Buku diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2017


    1. Shahih: Muslim (2155) dalam Bab Ar-Radha, dan Al-Qurthubi telah menyebutkannya (2/1786).
    2. Hasan: Aht-Thabarani (298/4) dalam bukunya Al-Ausath.
    Saya berkata, Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir-nya, “Aht'Thabarani telah meriwayatkan dari jalur Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas bahwasanya ayat ini turun pada tawanan perang Khaibar, kemudian ia menyebutkan seperti hadits Abu Sa’id (1/625).
    3. Sebelumnya sudah ditakhrij atsar yang senada dengan riwayat ini pada ALQurthubi. Lihat Ibnu jarir (5/13). Ayat ini telah mansukh karena pengharaman nikah Mut’ah pada perang Khaibar seperti yang disebutkan oleh Imam ALBukhari (4216), Muslim (29) dalam Bab An-Nikah. Dan, disebutkan oleh Muslim (21) dalam Bab An-Nikah bahwa pengharaman nikah Mut’ah turun pada hari Fath Makkah, akan tetapi yang shahih adalah pengharamannya pada perang Khaibar.