Asbabun Nuzul Surat An-Nur Ayat 11 - Imam as Suyuthi : Siksa Allah Kepada Orang Yang Kerap Menyebarkan Berita Bohong

  1. “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar.”
    Asy-Syaikhani (Al-Bukhari dan Muslim) dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah, ia mengatakan; Rasulullah & ketika hendak bepergian, beliau mengundi istri-istrinya. Siapa saja yang undiannya keluar, maka ia akan pergi bersama beliau. Beliau lalu mengundi di antara kami dalam sebuah peperangan yang akan beliau ikuti. Keluarlah undianku sehingga aku pergi bersama beliau. Hal ini terjadi setelah turunnya ayat hijab. Kemudian aku dibawa di dalam sekedup (tandu).
    Tatkala kami dekat dengan Madinah, beliau mengumumkan untuk beristirahat malam. Maka aku keluar dari sekedup saat beliau dan rombongan berhenti, lalu aku berjalan hingga meninggalkan pasukan. Setelah aku selesai menunaikan keperluanku, aku kembali menuju rombongan. Betapa terkejutnya aku, ketika aku meraba dadaku ternyata kalungku buatan negeri Azhafar terjatuh. Maka aku kembali untuk mencari kalungku. Kemudian orang-orang yang membawaku datang dan membawa sekedupku, dan menaikkannya di atas unta yang aku tunggangi. Mereka menduga aku sudah berada di dalam sekedup tersebut.
    Memang masa itu para wanita berbadan ringan, tidak terlalu berat, dan mereka tidak banyak daging, mereka hanya makan sesuap makanan. Oleh karena itu, orang-orang yang membawa sekedupku tidak curiga dengan ringannya sekedupku ketika mereka mengangkatnya. Saat itu aku adalah wanita yang masih muda. Lalu mereka menggiring unta dan berjalan. Sementara aku baru mendapatkan kembali kalungku setelah pasukan telah berlalu. Aku lalu mendatangi tempat rombongan berhenti, namun tidak ada seorang pun yang tertinggal. Setelah itu aku kembali ke tempatku semula dengan harapan mereka merasa kehilangan aku, hingga aku kemudian kembali ke tempatku semula. Ketika aku duduk, aku terserang rasa kantuk hingga akhirnya tertidur. Shafwan bin Al-Mu’aththal As- Sulami Adz-Dzakwan datang menyusul dari belakang pasukan, kemudian ia menghampiri tempatku dan ia melihat ada bayangan hitam seperti orang yang sedang tidur. Dia mengenaliku saat melihat aku. Ia memang pernah melihat aku sebelum turun ayat hijab. Aku langsung terbangun ketika mendengar kalimat istirja’-nya, (ucapan innaa lillahi wa inanaa ilaihi raji’un), saat ia mengenali aku. Aku langsung menutup mukaku dengan jilbabku. Demi Allah, tidaklah kami berbicara sepatah katapun dan aku juga tidak mendengar sepatah kata pun darinya kecuali kalimat istirja’nya. Dia lalu menghentikan hewan tunggangannya dan merundukkannya hingga berlutut. Maka aku menghampiri tunggangannya itu lalu aku menaikinya. Ia kemudian berjalan sambil menuntun tunggangannya itu hingga kami dapat menyusul pasukan setelah mereka berhenti di tepian sungai Azh-Zhahirah untuk singgah di tengah panasnya siang. Maka binasalah orang yang binasa, karana menuduh yang bukan-bukan terhadap perkaraku.
    Dan orang yang berperan besar menyebarkan berita bohong ini adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Setibanya kami di Madinah, aku menderita sakit selama satu bulan sejak kedatanganku, sementara orang-orang sibuk dengan berita bohong yang diucapankan oleh orang-orang yang membawa berita bohong. Sementara aku sama sekali tidak menyadari sedikitpun adanya berita tersebut. Pada suatu hari, aku keluar (dari rumahku) saat aku merasa sudah sembuh. Aku keluar bersama Ummu Misthah menuju Al- Manashi’, tempat kami biasa membuang hajat dan kami tidak keluar ke sana kecuali di malam hari Tiba-tiba Ummu Misthah tersandung kainnya
    seraya berkata; “Celakalah Misthah.” Aku katakan kepadanya, “Sungguh buruk apa yang kamu ucapkan tadi. Apakah kamu mencela seorang laki-laki yang pernah ikut perang Badar?” Dia berkata, “Wahai putri, apakah engkau belum mendengar apa yang ia ucapkan?” Aku bertanya, “Apa yang telah diucapkannya?” Ummu Misthah menceritakan kepadaku tentang ucapan orang-orang yang membawa berita bohong (tuduhan keji). Kejadian ini semakin menambah sakitku di atas sakit yang sudah aku rasakan.
    Ketika aku kembali ke rumahku, Rasulullah masuk menemuiku lalu memberi salam dan bersabda, “Bagaimana keadaanmu?” Aku bertanya kepada beliau, “Apakah engkau mengizinkanku untuk pulang ke rumah kedua orangtuaku.” Saat itu aku ingin mencari kepastian berita dari pihak kedua orangtuaku.” Maka Rasulullah memberiku izin, lalu aku bertanya kepada ibuku, “Wahai ibu, apa yang sedang dibicarakan oleh orang-orang?” Ibuku menjawab, “Wahai putriku, tenanglah. Demi Allah, sangat sedikit seorang wanita yang tinggal bersama seorang laki-laki yang ia mencintainya serta memiliki para madu melainkan mereka akan mengganggunya.” Aisyah berkata; aku berkata, “Subhanallah, apakah benar orang-orang tengah memperbincangkan masalah ini.” Aku menangis sepanjang malam hingga pagi hari dengan penuh linangan air mata dan aku tidak dapat tidur dan tidak bercelak karena terus menangis, hingga pagi hari aku masih menangis.
    Rasulullah memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid ketika wahyu belum turun. Beliau bertanya kepada keduanya dan meminta pandangan perihal rencana untuk berpisah dengan istri beliau. Usamah memberi isyarat kepada beliau tentang apa yang diketahuinya berupa kebersihan keluarga beliau dan apa yang ia ketahui tentang mereka pada dirinya. Usamah berkata, “Keluarga Anda, tidaklah kami mengenalnya melainkan kebaikan.” Sedangkan Ali bin Abi Thalib berkata, “Wahai
    Rasulullah, Allah tidak akan menyusahkan Anda, sebab masih banyak wanita-wanita lain. Tanyakanlah kepada sahaya wanitanya yang akan membenarkan Anda.” Maka Rasulullah memanggil Barirah dan berkata, “Wahai Barirah, apakah kamu pernah melihat sesuatu yang meragukan pada diri Aisyah?” Barirah menjawab: “Demi Dzat Yang mengutus engkau dengan benar, aku tidak pernah melihatnya sesuatu yang meragukan. Kalaupun aku melihat sesuatu padanya tidak lebih dari sekadar perkara kecil, ia juga masih sangat muda, ia pernah tidur di atas adonan milik keluargaya lalu ia memakan adonan tersebut.”
    Suatu hari, di saat berdiri di atas mimbar, Rasulullah S berdiri untuk mengingatkan Abdullah bin Ubay bin Salul. Beliau bersabda, “Wahai sekalian kaum Muslimin, siapa orang yang dapat membebaskan aku dari orang yang aku dengar telah menyakiti keluargaku. Demi Allah, aku tidak mengetahui keluargaku melainkan kebaikan. Sungguh mereka telah menyebut-nyebut seseorang (maksudnya Shafwan) yang aku tidak mengenalnya melainkan kebaikan, tidaklah ia mendatangi keluargaku melainkan selalu bersamaku.”
    Aisyah mengatakan; Maka aku menangis sepanjang hariku, air mataku terus berlinang dan aku tidak bisa tidur tenang karenanya hingga akhirnya kedua orangtuaku berada di sisiku, sementara aku telah menangis selama dua malam satu hari, hingga aku menyangka air mataku telah kering. Ketika kedua orangtuaku sedang duduk di dekatku, dan aku terus saja menangis, tiba-tiba seorang wanita Anshar datang meminta izin menemuiku, lalu aku mengizinkannya. Kemudian ia duduk sambil menangis bersamaku. Ketika kami seperti itu, tiba-tiba Rasulullah datang lalu duduk
    Sudah satu bulan lamanya peristiwa ini berlangsung sedangkan wahyu belum juga turun untuk menjelaskan perkara yang menimpaku ini. Rasulullah & lalu membaca syahadat ketika duduk, kemudian bersabda, “Wahai Aisyah, sungguh telah sampai kepadaku berita tentang dirimu begini dan begini. Jika kamu bersih, tidak bersalah pasti Allah akan membersihkanmu. Namun jika kamu telah melakukan dosa, maka mohonlah ampun kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya, karena seorang hamba bila ia mengakui telah berbuat dosa lalu bertaubat, Allah pasti akan menerima taubatnya. ” Setelah Rasulullah & menyelesaikan kalimat yang disampaikan .... Kemudian aku katakan kepada ayahku, “Belalah aku terhadap apa yang dikatakan Rasulullah S tentang diriku.” Ayahku berkata, “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah i&.” Lalu aku katakan kepada ibuku, “Belalah aku terhadap apa yang dikatakan Rasulullah tentang diriku.” Ibuku pun menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengetahui apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah.” Aisyah mengatakan; Aku hanyalah seorang wanita yang masih muda belia .... Demi Allah, sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa kalian telah mendengar apa yang diperbincangkan oleh orang-orang, hingga kalian pun telah memasukkannya dalam hati kalian lalu membenarkan berita tersebut. Seandainya aku katakan kepada kalian bahwa aku bersih dan demi Allah, Dia Maha Mengetahui bahwa aku bersih, kalian pasti tidak akan membenarkan aku. Seandainya aku mengakui (dan membenarkan fitnah tersebut) kepada kalian, padahal Allah Maha Mengetahui bahwa aku bersih, kalian pasti membenarkannya. Demi Allah, aku tidak menemukan antara aku dan kalian suatu perumpamaan melainkan seperti ayahnya Nabi Yusuf. ketika ia berkata, “Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). dan Allah sajalah yang dimohon pertokmgan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (Yusuf: 18). Setelah itu aku pergi menuju tempat tidurku dan Allah mengetahui hari itu aku memang benar-benar bersih dan Allah-lah yang akan membebaskanku dari tuduhan tersebut.
    Demi Allah, sungguh Rasulullah tidak ingin beranjak dari tempat duduknya dan tidak pula seorang pun dari keluarganya yang keluar melainkan telah turun wahyu kepada beliau. Beliau menerima wahyu tersebut sebagaimana beliau biasa menerimanya dalam keadaan yang sangat berat dengan bercucuran keringat seperti butiran mutiara, padahal hari itu adalah musim dingin. Setelah itu tampak muka beliau berseri dan dalam keadaan tertawa. Kalimat pertama yang beliau ucapkan adalah, “Wahai Aisyah, sungguh Allah telah membersihkan dirimu.” Lalu ibuku berkata kepadaku, “Bangkitlah untuk menemui beliau.” Aku berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berdiri kepadanya dan aku tidak akan memuji siapa pun selain Allah, Dia-lah yang telah menurunkan kebersihan atas diriku. Allah menurunkan ayat “Sesungguhnya orang-orang yang menyebarkan berita bohong diantara kalian adalah masih golongan kalian juga... ” dan seterusnya sebanyak sepuluh ayat. Abu Bakar Ash-Shiddiq yang selalu menanggung hidup Misthah bin Utsatsah karena memang masih kerabatnya berkata, “Demi Allah, setelah ini aku tidak akan lagi memberi nafkah kepada Misthah untuk selamanya, karena ia telah ikut menyebarkan berita bohong tentang Aisyah.” Kemudian Allah menurunkan ayat, “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah....” hingga ayat, “Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(An-Nur: 22). (1)

    Sumber artikel:
    Buku Asbabul Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur'an
    Buku disusun oleh Muchlis M. Hanafi (ed.)
    Buku diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2017


    1. Shahih: Muttafaq Alaihi. Al-Bukhari (2661) meriwayatkan dalam Bab Asy-Syahadat dan Muslim (2770) dalam Bab Asy-Syahadat. Riwayat ini disebutkan dalam seluruh kitab-kitab tafsir dengan redaksi seperti ini tatkala menafsirkan ayat tersebut.