Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 228 - Imam as Suyuthi : Keharusan Seorang Wanita Untuk Menjalani Masa Iddah Setelah Bercerai Maupun Ditingal Suaminya

  1. “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yangdiciptakan oleh Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki islah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami , mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
    Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Abi Hatim dari Asma binti Zaid bin As-Sakan Al-Anshariyah berkata. “Ada zaman Rasulullah aku diceraikan, dan pada waktu tersebut wanita yang diceraikan belum mempunyai masa iddah, maka turunlah firman Allah yang menentukan masa iddah pada perceraian, “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.” (1) Disebutkan oleh Ats-Sa’labi dan Hibatullah bin Salamah dalan kitab An-Nasikh dari Al-Kalbi dan Muqatil, bahwasanya Isma’il bin Abdullah bin Gifari menceraikah istrinya Qatilah pada zaman Rasulullah dan ia tidak tahu bahwa istrinya tersebut sedang hamil, kemudian setelah ia mengetahuinya ia merujuk istrinya, dan ia melahirkan kemudian ia meninggal dan begitu juga anaknya. Maka turunlah ayat, “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. ” (2)

    Sumber artikel:
    Buku Asbabul Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur'an
    Buku disusun oleh Muchlis M. Hanafi (ed.)
    Buku diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2017


    1. Shahih: Abu Dawud (2281) dalam Bab Ath-Thalaq. 2. Riwayat ini hanya diriwayatkan sendiri oleh Abu Al-Qasim Hibatullah bin Salamah (w. 410 H) salah seorang ulama dalam ilmu An-Nasikh wa Al-Mansukh. Aku katakan, “Para ulama berbeda pendapat tentang arti quru apakah ia haidh atau suci dari haidh?’” lihat Al-Qurthubi (1/1033) dan setelahnya. Ibnu Katsir (1/364) dan setelahnya.