Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah Ayat 41 - Imam as Suyuthi : Sedihnya Nabi Ketika Mengetahui Orang Yang Mengaku Beriman Padahal Mereka Berdusta

  1. “Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, “Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang- orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat- tempatnya. Mereka mengatakan: “Jika diberikan ini (yang sudah diubah- ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah." Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar."
    Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya ia berkata, “Ayat ini turun pada dua kelompok Yahudi yang ketika masa jahiliyah salah satunya lebih mulia dan dapat mengalahkan kelompok satunya. Akhirnya mereka sepakat bahwa jika ada orang dari golongan yang rendah (hina) dibunuh oleh orang yang mulia, maka diyatnya adalah lima puluh wasaq. Sedangkan orang mulia yang dibunuh oleh orang rendah (hina), maka diyatnya adalah seratus wasaq. Mereka terus melakukan hal tersebut.
    Ketika Rasulullah datang, ada seseorang dari kelompok yang rendah (hina) membunuh seseorang dari kelompok orang-orang mulia, maka orang- orang mulia tersebut mengutus seseorang untuk meminta seratus wasaq dari mereka. Namun kelompok orang-orang yang rendah (hina) berkata, “Apakah pernah ada dua kampung yang agama mereka sama, asal keturunan mereka sama, dan negeri mereka sama, namun diyat yang harus dibayar salah satunya hanya setengah dari diyat yang lain? Kami memberikannya karena kezaliman kalian, dan karena kami takut dari kalian. Namun setelah Muhammad datang, maka kami tidak akan memberikannya.”
    Karena hal tersebut, peperangan pun hampir terjadi di antara mereka. Namun, akhirnya mereka sepakat untuk menjadikan Rasulullah sebagai pemutus atas perselisihan mereka. Lalu mereka mengirimkan beberapa orang munafik untuk menguji pendapat beliau. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Hari Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang- orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya... ” (1) Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan yang lainnya dari Al- Bara’ bin Azib bahwasanya ia berkata, “Pada suatu hari, Nabi berpapasan dengan orang-orang Yahudi yang membawa seseorang dari kalangan mereka yang dihukum dengan dijemur dan dicambuk. Lalu Rasulullah memanggil dan bertanya kepada mereka, “Apakah seperti ini hukuman bagi pelaku zina di dalam Kitab kalian!" Mereka menjawab: “Ya.” Lalu beliau memanggil salah seorang dari pendeta mereka dan berkata: “Saya menyumpahimu dengan nama Allah yang menurunkan Taurat kepada Musa, apakah benar-benar seperti ini hukuman bagi pelaku zina di dalam Kitab kalian?" Ia menjawab, “Demi Allah, sebenarnya bukan itu hukumannya. Seandainya engkau tidak menyumpahku dengan hal itu, tentu aku tidak memberi tahumu. Di dalam Kitab kami, kami mendapati hukuman orang berzina adalah rajam. Akan tetapi karena orang-orang terhormat dari kami banyak yang melakukannya, maka jika salah seorang dari mereka melakukannya, kami pun membiarkannya. Jika orang yang lemah melakukannya, maka kami menerapkan hukuman itu atasnya. Lalu kami katakan kepada mereka semua, “Mari kita tetapkan hukuman yang kita berlakukan untuk orang yang terhormat dan orang lemah.” Maka, kami sepakat untuk menghukum pelaku zina dengan menjemur dan mencambuknya.” Lalu Nabi bersabda, “Ya Allah, aku adalah orang pertama yang menghidupkan kembali perintah-Mu yang telah mereka matikan.” Lalu beliau memerintahkan agar orang Yahudi itu dirajam. Akhirnya, rajam pun diberlakukan atasnya. Lalu turunlah firman Allah, “Hari Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: “Kami telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka meroboh perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: “Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah...”
    Maksudnya, mereka berkata, “Datangilah Muhammad, jika ia menfatwakan bahwa hukuman zina adalah dipanaskan dan dicambuk, maka kita terima. Namun jika dia menfatwakan rajam, maka hati-hatilah.” Hingga firman- Nya, ‘.. .maka mereka itulah orang-orang zhalim.” (2) Diriwayatkan oleh Al-Humaidi di dalam Musnod-nya, dari Jabir bin Abdillah bahwasanya ia berkata, “Seorang lelaki dari Fadak melakukan zina. Lalu penduduk Fadak mengirim surat kepada orang-orang di Madinah yang isinya, “Tanyakan kepada Nabi Muhammad tentang hukuman zina.
    Jika ia memerintahkan untuk dicambuk, maka terimalah. Namun jika ia memerintahkan untuk dirajam, maka jangan diterima.” Lalu orang-orang yang di Madinah itu bertanya kepada Rasulullah. Lalu beliau menetapkan sebagaimana telah disebutkan dalam hadits di atas. Maka, pelaku zina itu pun akhirnya dirajam. Lalu turunlah firman Allah, “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka." (3) Al-Baihaqi meriwayatkan hadits serupa dalam kitab Dalail An-Nubuwwah dari hadits Abu Hurairah.

    Sumber artikel:
    Buku Asbabul Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur'an
    Buku disusun oleh Muchlis M. Hanafi (ed.)
    Buku diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2017


    1. Shahih: Abu Dawud (3576) dalam Bab Al-Uqdhiyah, Ahmad (1/246) dalam Musnod-nya, dan Ibnu Katsir telah menyebutkan riwayat ini (2/84-85) dan setelah itu ia juga menyabutkan jalur Ahmad yang lain (1/313).
    Al-Qurthubi berkata (2271/3) bahwasanya dalam sebab turun ayat ini ada tiga pendapat: Pertama, ada yang mengatakan bahwasanya ayat ini turun pada Bani Quraizhah dan Bani Nadhir, ketika seorang dari Quraizhah membunuh seseorang dari Bani Nadhir, maka hukumannya tidak sama, maka mereka datang kepada Rasulullah untuk memintanya memutuskan perkara mereka, lalu beliau memutuskan dengan hukuman yang sama, maka Bani Nadhir tidak menerima keputusan tersebut. Kedua, ada yang mengatakan bahwasanya ayat ini turun pada perkara Abu Lubabah ketika ia diutus oleh Nabi S untuk menemui Bani Quraizhah, lalu ia ditakut-takuti dengan ancaman ingin dibunuh. Ketiga, Ada juga yang mengatakan bahwasanya ayat ini turun pada dua orang Yahudi yang berzina dan juga pada kisah rajam, dan inilah pendapat yang paling shahih.
    2. Shahih Muslim (1700) dalam Bab Al-Hudud dan Ahmad (2/5) dalam musnad-nya. Ibnu Katsir menyabutkan hadits ini (2/83).
    Ibnu Katsir menyebutkan riwayat ini pada Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar bahwasanya ia berkata, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi datang kepada Nabi untuk menceritakan dua orang yang melakukan zina, lalu Nabi bersabda kepada mereka, “Apakah kalian menemukan di dalam Taurat tentang hukum Rajam?” Mereka menjawab, “Yang kami temukan hanya membuka aib dan mencambuknya.” Abdullah bin Salam berkata, “Kalian berdusta, sesungguhnya di dalam Taurat terdapat hukum rajam bagi orang yang berzina.” Kemudian mereka mengambil taurat dan salah satu mereka menutup ayat rajam dengan tangan mereka dan ia hanya membaca ayat sebelum dan sesudah ayat rajam tersebut, lalu Abdullah bin Salam berkata, “Angkat tanganmu”, lalu ia mengangkat tangannya, dan ternyata ia menutup ayat rajam, lalu mereka pun berkata, “Muhammad benar, kami menemukan ayat rajam dalam taurat”, kemudian Nabi memerintahkan orang yang berzina tersebut dirajam, lalu mereka pun dirajam, lalu aku melihat lelaki yang berzina melindungi wanita tersebut dari lemparan batu. Lihat Al-Bukhari (3635), Muslim (1700) dan Ibnu Katsir (2/81).
    3. Disebutkan oleh Al-Qurthubi (3/2272) dan ia menisbahkannya kepada Asy-Sya’bi dan ia bekata: “Sesungguhnya orang yang ditanya oleh Rasulullah tentang apa yang ada di dalam taurat adalah Ibnu Shuriya, dan ia adalah seorang yang kehilangan salah satu matanya.” Lihat Al-Humaidi (1294) dalam Musnod-nya.