Hukum Membiarkan Bid'ah dan Kezaliman yang Merajalela

 
Hukum Membiarkan Bid'ah dan Kezaliman yang Merajalela

Diam di Tengah Merajalelanya Bid’ah dan Kezaliman

Pertanyaan :

Termasuk hal yang tidak dapat dirahasiakan lagi, bahwa kemodelan-kemodelan agama, dan fitnahan-fitnahan telah merajalela dan tersebar dalam waktu ini, maka bagaimana hukumnya ulama kita, yang hanya bermenung di rumah tidak menghalangi kemungkaran, hanya diam dan senang makan seadanya, sampai meninggal dunia, yakni tidak maju ke muka menjalankan amar ma’ruf nahi munkar di desa-desa. Kemudian apakah lebih utama menjadi anggota salah satu organisasi Islam seperti NU ataukah tidak?.

Jawab :

Kalau dalam tempat itu telah ada yang tampil beramar ma’ruf nahi munkar yang mencukupi, maka hukumnya ulama tersebut dalam soal, tidak haram, tetapi kalau tidak ada yang tampil ke muka, atau belum mencukupi, maka hukumnya haram. Adapun menjadi anggota organisasi Islam, maka lebih utama, bahkan ada yang wajib, seperti orang yang berkeyakinan tidak dapat menjaga kehormatan agama kecuali dengan menjadi anggota organisasi Islam.

Keterangan, dari kitab:

  1. Al-Da’wah al-Tammah [1]

وَوَاجِبٌ عَلَى كُلِّ فَقِيْهٍ فَرِغَ مِنْ فَرْضِ عَيْنِهِ وَتَفَرَّغَ لِفَرْضِ الْكِفَايَةِ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى مَنْ يُجَاوِرُ بَلَدَهُ مِنْ أَهْلِ السَّوَادِ وَمِنَ الْعَرَبِ وَاْلاَكْرَادِ وَغَيْرِهِمْ وَيُعَلِّمُهُمْ دِيْنَهُمْ وَفَرَائِضَ شَرْعِهِمْ إِلَى أَنْ قَالَ: فَإِنْ قَامَ بِهَذَا اْلأَمْرِ وَاحِدٌ سَقَطَ الْحَرَجُ عَنِ اْلأَخَرِيْنَ وَإِلاَّ عَمَّ الْحَرَجُ الْكَافَّةَ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا الْعَالِمُ فَلِتَقْصِيْرِهِ فِي الْخُرُوْجِ. أَمَّا الْجَاهِلُ فَلِتَقْصِيْرِهِ فِيْ تَرْكِ التَّعَلُّمِ...الخ.

Setiap ahli fiqh yang telah selesai dari kewajiban individualnya (fardhu ‘ain) dan kewajiban kolektif (fardhu kifayah), ia harus keluar menemui orang lain yang berada berdampingan dengan daerahnya, baik kalangan umum, Arab, Kurdi dan lainnya. Ia harus mengajari mereka tentang agama dan ketentuan-ketentuan syariat ... Jika salah seorang telah melaksanakan hal ini, maka gugurlah dosa dari warga yang lain. Jika tidak, maka dosa akan menimpa segenap warga secara keseluruhan. Bagi orang yang pandai, maka dosa itu disebabkan oleh keteledorannya tidak mau keluar (mengajari mereka). Sedangkan bagi orang bodoh, karena keteledorannya tidak mau belajar.

[1] Abdullah bin Alwi al-Haddad, al-Da’wah al-Tammah wa al-Tadzkirah al-‘Ammah, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1352 H/1933 M), h. 11. Demikian juga dalam Hujjah al-Islam al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no.241 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-14 Di Magelang Pada Tanggal 14 Jumadil Ulaa 1358 H. / 1 Juli 1939 M.